Tugas
Pengantar ilmu fiqih
Nama:Dede
Tri Nopran
A. pengertian ijtihad
Ijtihad
adalah usaha yang sungguh-sungguh dengan mengerahkan segala kemampuan nalar
untuk menyelidiki dan menetapkan hukum suatu perkara berdasarkan Al-Qur'an dan
hadits.
Ada
beberapa pengertian ijtihad menurut para ahli
1. Menurut Para Sahabat Pengertian Ijtihad adalah penelitian dan pemikiran
untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat dengan kitab Allah dan Sunnah Rasul,
baik melalui suatu nash, yang disebut "qiyas" (ma'qul nash)
maupun melalui maksud dan tujuan umum hikmah syariat, yang disebut
"maslahat".
2. Zuhdi mengatakan, Pengertian Ijtihad ialah mengerahkan segenap kemampuan
berpikir untuk mencari dan menetapkan hukum-hukum Syara' dari dalil-dalilnya
yang tafshily.
3. Menurut Yusuf
Qardlawi ijtihad adalah
mencurahkan semua kemampuan dalam segala perbuatan. Penggunaan kata ijtihad
hanya terhadap masalah-masalah penting yang memerlukan banyak perhatian dan
tenaga.
4. Menurut Al-Amidi, Pengertian
Ijtihad ialah mencurahkan semua kemampuan untuk mencari hukum syara' yang
bersifat dhonni, sampai merasa dirinya tidak mampu untuk mencari tambahan
kemampuannya itu.
5. Imam al-Gazali
mengungkapkan, Pengertian Ijtihad merupakan upaya maksimal seorang mujtahid
dalam mendapatkan pengetahuan tentang hukum-hukum syarak.
6. Pengertian
Ijtihad menurut Hanafi
adalah mencurahkan tenaga (memeras pikiran) untuk menemukan hukum agama
(Syara') melalui salah satu dalil syara' dan dengan cara-cara tertentu.
7. Pengertian Ijtihad Menurut Mayoritas Ulama Ushul ialah
pengerahan segenap kesanggupan oleh seorang ahli fiqh atau mujtahid untuk
memperoleh pengertian tingkat zhann mengenai sesuatu hukum syara', ini
menunjukkan bahwa fungsi ijtihad yaitu untuk mengeluarkan hukum syara' amaliy
statusnya zhaanny. Dengan demikian Ijtihad tidak berlaku dibidang akidah dan
akhlak.
8. Minoritas Ulama Ushul, Pengertian
Ijtihad adalah pengerahan segala kekuatan untuk mencari hukum sesuatu peristiwa
dalam nash Al-Qu’ran dan Hadits shahih. [1]
B. Syarat-syarat
itjtihad
Tidak
semua orang dibenarkan melakukan ijtihad. Seseorang yang melakukan ijtihad
haruslah memiliki delapan persyaratan pokok sebagaimana dinyatakan oleh Yusuf
Qordowi.
1. Memahami ayat-ayat Al-Qur'an dengan asbabun nuzulnya (yakni sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur'an), ayat-ayat nasikh dan mansukh (yang menghapuskan dan yang dihapus)
2. Memahami hadis dan asbabul wurudnya (sebab-sebab munculnya hadits);
3. Menguasai bahasa Arab;
4. Mengetahui tempat-tempat ijmak;
5. Memahami ushul fikih;
6. Memahami maksud-maksud syariat;
7. Memahami masyarakat dan adat-istiadatnya; serta
8. Bersifat adil dan takwa.
Selain syarat-syarat tersebut di atas, para ulama menambahkan tiga syarat lain, yaitu:
1. menguasai ilmu ushuluddin/Tauhid/Aqidah (salah satu cabang dari ilmu-ilmu keislaman yang membahas pokok-pokok keyakinan dalam Islam.
2. memahami ilmu mantik (logika); dan
3. menguasai cabang-cabang fikih.
1. Memahami ayat-ayat Al-Qur'an dengan asbabun nuzulnya (yakni sebab-sebab turunnya ayat Al-Qur'an), ayat-ayat nasikh dan mansukh (yang menghapuskan dan yang dihapus)
2. Memahami hadis dan asbabul wurudnya (sebab-sebab munculnya hadits);
3. Menguasai bahasa Arab;
4. Mengetahui tempat-tempat ijmak;
5. Memahami ushul fikih;
6. Memahami maksud-maksud syariat;
7. Memahami masyarakat dan adat-istiadatnya; serta
8. Bersifat adil dan takwa.
Selain syarat-syarat tersebut di atas, para ulama menambahkan tiga syarat lain, yaitu:
1. menguasai ilmu ushuluddin/Tauhid/Aqidah (salah satu cabang dari ilmu-ilmu keislaman yang membahas pokok-pokok keyakinan dalam Islam.
2. memahami ilmu mantik (logika); dan
3. menguasai cabang-cabang fikih.
C.
Bolehkah Rasulullah SAW ber-ijtihad?
Para ulama telah sepakat bolehnya ber-ijtihad bagi Nabi-nabi dalam hal-hal
yang berhubungan dengan kepentingan dunia dan soal-soal peperangan. Menurut
jumhur, Nabi-nabi boleh ber-ijtihad, kalau seseorang boleh ber-ijtihad sedang
ia tidak terhindar dari kemungkinan luput, mengapa Nabi-nabi tidak boleh
ber-ijtihad, padahal mereka terjamin dari keluputan.
Dalil madzhab yang dipilih adalah bahwa
ijtihad Rasulullah SAW. Terjadi dalam hal-hal yang berhubungan dengan penentuan
hukum syar’iyah dan dalam hal hal yang berkaitan dengan peperangan.
Tentu saja ijtihad yang dilakukan oleh Nabi saw.
terbatas pada masalah-masalah yang belum ditetapkan hukumnya oleh wahyu. Jika
ijtihad Nabi Muhammad saw. itu benar, maka turunlah wahyu membenarkannya.
Sebaliknya apabila ijtihad Nabi saw. itu salah, maka
turunlah wahyu meluruskannya. Contoh Ijtihad Rosulullah saw. yang dibenarkan
oleh Al-Qur'an adalah dalam masalah tawanan Perang Badr. Beliau ketika itu,
setelah bermusyawarah dengan para sahabat, memutuskan bahwa tawanan perang
dibebaskan dengan membayar fidiyah. Maka turunlah ayat yang membenarkan
keputusannya, "Tidak pantas bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum
dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki harta benda dunia,
sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)." (QS. 8/ Al-Anfal:
67) "Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh
itu sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. 8/A/-A nfal: 69)
Nabi
Muhammad Rosulullah saw. juga pernah mengizinkan orang-orang munafik untuk
tidak turut berperang. Dan ternyata itu adalah kekeliruan beliau dalam
mengambil keputusan, maka turunlah ayat: "Allah memaafkanmu (Muhammad).
Mengapa engkau izinkan mereka (untuk tidak pergi berperang) sebelum jelas
bagimu orang-orang yang benar-benar (berhalangan) dan sebelum engkau mengetahui
orang-orang yang berdusta? Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari
kemudian, tidak akan meminta izin (tidak ikut) kepadamu untuk tidak berjihad
dengan harta dan jiwa mereka." (QS. 9/ At-Taubah: 43).
Namun ada juga yang menolak bahwa rasulullah SAW baerijtihad
,dengan menngemukakan dalil firman Allah SWT, yang artinya: “Dan Tiadalah yang
diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (Q.S
An Naim : 3-4)
ConversionConversion EmoticonEmoticon