by.
dede
Pelapisan
Sosial, kesamaan derajat, diskriminasi dan Pemerataan
A. Pendahuluan
Pembicaraan
kita tentang masalah-masalah sosial tidak akan pernah terlepas dari masalah
manusia dengan segala aspek kehidupannya. Karena hanya manusialah yang
ditantang untuk menjawab tantangan kehidupan dalam suatu proses sosial,atau
dengan kata lain manusia secara kodrati digariskan sebagai makhluk sosial
diantara makhluk-makhluk yan ada dibumi ini. Dikatakan demikian karena
manusialah satu-satunya makhluk yang tidak dengan kecakapan untuk menyesuaikan
diri dengan segala lingkungannya. Untuk itu ia harus hidup secara kelompok
karena membutuhkan bantuan manusia lain dalam mengatasi kenyataan kesulitan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya. Seorang bayi membutuhkan bantuan orang
dewasa untuk menyesuaikan diri dengan kodisi lingkungan, seorang pendatang baru
membutuhkan waktu dan bantuan orang lain untuk dapat hidup didalam lingkungan
yang baru, orang yang menderita sakit membutuhkan orang lain dalam mengatasi
kesulitan dan sebagainya. Hal itu merupakan contoh-contoh sederhana yang
menggambar kan ketergantungan seseorang terhadap orang lain.
Berdasarkan
kenyatan-kenyataan tersebut dan adanya kesenjangan pola sikap, tata nilai dan
norma serta tingkah laku kelompok”superior dengan kelompk”imperior” maka
pelapisan sosial secara sosiologis merupakan masalah tersendiri. Dsamping itu
juga dinilai bertentangan dengan hakekat dan cita-cita humanisme unuversal.
Dengan cara pandang yang demikian, dapat menggugah individu untuk berusaha
memperluas jaringan interaksinya dan berusaha memperluas kualitas individual
untuk mencapai kesamaan drajat sebagai cita-cita dan hakekat kemanusiaan. Usaha
tersebut dibarengi dengan kegiatan aktualisasi diri dengan menggunakan segala
potensi yang dimilikinya secara optimal dalam proses sosialisasinya.
Pemberontakan
terhadap kenyataan pelapisan sosial ini berlangsung secara evolusi dan terus
menerus didalam masyarakat dalam bentuk berbagai kegiatan ekonomi,politik,
pendidikan dan kegiatan-kegiatan lain sama sekali tidak ada hubungannya dangan
ketiga hal tersebut. Kesenjangan antar pelapisan sosial dengan cita-cita
kesamaan derajat serta diskriminasi dan pemerataan itulah yang selanjutnya
dibahas pada bab ini.
B.
Pelapisan
sosial
1. Pengertian
pelapisan sosial (stratifikasi sosial )
Stratifikasi berasal
dari kata stratus yang artinya lapisan (berlapis-lapis). Sehingga stratifikasi
sosial berarti “lapisan masyarakat”.
Suatu
kiasan untuk menggambarkan bahwa dalam tiap kelompok terdapat perbedaan
kedudukan seseorang dari yang berkedudukan tinggi sampai yang berkedudukan
rendah, seolah-olah merupakan lapisan yang bersap-sap dari atas kebawah.
Untuk
mudahnya maka stratifikasi sosial lebih dapat dijelaskan kalau kita perhatikan
susunan kekastaan Hindu dimana terdapat urutan-urutan yang paling tinggi sampai
yang terendah seolah-olah hidupnya berlapis.
2. Status
sosial
Dalam
berbagai kelompok atau masyarakat seorang (individu) memiliki apa yang
dinamakan status sosial. Status sosial merupakan kedudukan seorang (individu)
dalam suatu kelompok pergaulan hidupnya.
Status seorang individu dalam masyarakat dapat
dilihat dari dua aspek yakni :
a. Aspek
statis : yaitu kedudukan dan derajat seseorang didalam suatu kelompok yang
dapat dibedakan dengan derajat atau kedudukan individu lainnya.
b. Aspek
dinamis : yaitu berhubungan erat dengan peranan sosial tertentu yang
berhubungan dengan pengertian jabatan,fungsi, dan tingkah laku yang formal
serta jasa yang diharapkan dari fungsi dan jabatan tersebut. [1]
Dalam stratifikasi dapat dibagi menjadi
2 golongan yaitu:
1) Stratifikasi
terbuka yaitu: anggota kelompok satu ada kemungkinan besar untuk berpindah
kekelompok yang lain,artinya dapat menurunke kelompok yang lebih rendah atau
sebaliknya.
2) Stratifikasi
tertutup yaitu : kemungkinan pindah seorang anggota kelompok dari golongan satu
ke golongan lain kecil sekali, sebab biasanya sistem ini berdasarkan keturunan.
[2]
Stratifikasi terbuka lebih
dinamis(progresif), dan anggota-anggota mempunyai cita-cita hidup yang lebih
tinggi.sedangkan stratifikasi tertutup,bersifat statis,dan kurang menunjukkan
cita-cita yang tinggi.
Bentuk konkrit daripada pelapisan
sosial dalam masyarakat tidak sedikit, tetapi secara prinsipil bentuk-bentuk
tersebut dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelas , yaitu kelas ekonomis,politis,
dan yang didasarkan pada jabatan-jabatan tertentu dalam masyarakat.
Biasanya
dalam kenyataan dimasyarakat ,orang yang menempati kedudukan
tinggi,memperlihatkan lambang-lambang kedudukannya, misalnya dengan menggunakan
mobil berukuran tertentu atau merk tertentu.
Orang-orang yang
menempati kedudukan pada lapisan sosial yang sama lebih sering bergaul satu
sama lain jika dibandingkan dengan orang-orang dari lapisan sosial yang lebih
tinggi atau lebih rendah. Perkawinan misalnya ,sering dilakukan dengan orang
dari lapisan yang sama. Perkawinan dengan orang dari lapisan sosial yang lebih
tinggi atau lebih rendah sering menimbulkan persoalan antara keluarga.
Dari
apa yang telah diuraikan,jadi dapat
disimpulkan bahwa ukuran atau kriteria yang biasanya dipakai untuk
menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat kedalam lapisan-lapisansosialadalahsebagaiberikut:
a. Ukuran kekayaan
: ukuran kekayaan (kebendaan) dapat dijadikan suatu ukuran ; barang siapa yang
mempuyai kekayaan paling banyak, termasuk kedalam lapisan sosialteratas.
b. Ukuran kekuasaan
: barang siapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai
wewenangterbesar,menempatilapisansosialteratas.
c. Ukuran
kehormatan : ukuran kehomatan mungkin terlepas dari ukuran
kekayaan atau kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapatkan
atau mendudukilapisansosialteratas.
d. Ukuran ilmu
pengetahuan : ilmu pengetahuan dipakai ukuran oleh
masyarakat yag menghargai ilmu pengetahuan.
Jadi kriteria pelapisan sosial pada
hakekatnya tergantung pada sistem nilai yang dianut oleh anggota-anggota
masyarakat yang bersangkutan. Sehingga pada setiap daerah yang terdapat
stratifikasi sosial atau pelapisan sosial dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
berbeda pula. [3]
3. Sistem
pelapisan sosial
Dalam suatu kelompok sosial yang paling
sederhana pun ,kita mengenal adanya pelapisan sosial,bentuk yang paling
sederhana diwujudkan dengan adanya orang-orang tertentu yang dianggap tua dan
disegani dalam suatu kelompok. Dalam interaksi tersebut seorang individu akan
hadir dengan dua sisi kehidupannya ,yaitu segi kehidupan pribadinya dan segi
kehidupan bermasyarakat atau “publik life” nya. Dengan pemahaman tentang
situasi interaksi berdasarkan visi kehidupan pribadi dan penilaian masyarakat
atau publik life, maka seorang akan dapat menempati diri dengan tepat dalam
masyarakat atau dalam suatu sistem sosial secara subyektif dan masyarakat akan
lebih tepat menempatkan individu secara objektif.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat
dikatakan bahwa suatu pelapisan sosial pada prinsipnya ditimbulkan oleh
masyarakat itu sendiri yang disusun berdasarkan evaluasi moral dengan
menggunakan tata nilai dan norma secara obyektif oleh masyarakat pendukung
suatu kebudayaan tertentu. [4]
Secara umum dapat dikatakan bahwa ada
beberapa jenis pelapisan sosial di tinjau dari latar belakang proses
terbentuknya,yang dapat secara jelas kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.
yaitu:
a. Kualitas
individual yang menyangkut kepandaian/penguasaan ilmu pengetahuan.
b. Pengaruh
dan kekuasaan yang menyangkut kepercayaan masyarakat dan fungsi birokrasi.
c. Pangkat
dan gelar-gelar tertentu.
d. Kekayaan
dan harta benda, umumnya masih tampak dalam masyarakat transisi.
e. Tingkat
umur ,menyangkut senioritas seseorang.
f. Ikatan
langsung dengan lingkungan masyarakat.
g. Kekerabatan
dengan kepala atau pemuka masyarakat.
4. Pelapisan sosial dalam kehidupan masyarakat
Setiap
individu adalah anggota suatu kelompok. Tetapi tidak setiap warga dari suatu masyarakat
hanya menjadi suatu anggota kelompok tertentu, ia bisa menjadi anggota lebih
dari satu anggota kelompok sosial. Berkaitan dengan penampatan idividu dalam
kelompok sosial,maka individu memiliki kemampuan untuk:
a) Menempatkan
diri
b) Ditempatkan
oleh orang lain dalam suatu lapisan sosial ekonomi tertentu
Penempatan
seseorang dalam lapisan sosial ekonomi tertentu merupakan pembahasan
stratifikasi sosial. Dalam kaitannya dengan stratifikasi sosial Max Webber
menjelaskan stratifikasi sosial dalam tiga dimensi, yaitu:
a) Dimensi
kekayaan
b) Dimensi
kekuasaan
c) Dimensi
prestise
Dimensi
tersebut diatas membentuk formasi sosial tersendiri. Dimensi kekayaan membentuk
formasi sosial yang disebut kelas, dimensi kekuasaan membentuk partai dan
dimensi prestise membentuk status.
Lebih
jauh Webber,menjelaskan bahwa,sesuatu disebut kelas apabila:
a) Sejumlah
manusia memiliki suatu komponen tertentu yang merupakan sumber dalam kesempatan
hidup mereka.
b) Komponen
ini secara eksklusif tercermin dalam kepentingan ekonomi berupa pemilikan
benda-benda dan kesempatan untuk memperoleh pendapatan
c) Hal
itu terlihat dalam komoditas dan atau pasar tenaga kerja.
Ketiga
kondisi ini disebut dengan situasi kelas. Apabila sekelompok orang berada dalam
kondisi kelas yang sama,maka dinamakan kelas dan kelas bukanlah komunitas. [5]
Berbeda
dengan kelas, kelompok status merupakan komunitas. Bila kelompok kelas
ditentukan oleh situasi kelas,maka kelompok status ditentukn oleh situasi
status. Situasi status yaitu setiap komponen tipikal dari kehidupan(nasib)
manusia yang ditentukan oleh penilaian sosial, baik positif atau negatif
,kelompok tidak selalu berkaitan dengan status ,mereka yang termasuk pemilik
dari kelompok kelas belum tentu dalam kelompok status mendapat gelar kehormatan
yang tinggi dibanding bukan pemilik. Demikian pula pemilik atau pun bukan
pemilik dapat masuk dalam kelompok status yang sama.
5. Pelapisan
sosial dalam masyarakat berkembang
Masyarakat berkembang adalah masyarakat
yang masih dalam masa transisi baik dalam kondisi fisik . masa ini merupakan produk dari interaksi
dengan dunia luar sehingga terjadinya perkawinan budaya yang mempengaruhi pola
kehidupan masyarakat, baik dari segi sosial dan ekonomi.
Koondisi masyarakat berkembang yang
masih dapat dikatakan labil dalam arti kosistensinya pada suatu nilai tertentu
menyebabkan sulitnya menentukan stratifikasi dalam masyarakat.
Gejala lain yang tampak pada pelapisan
sosial masyarakat berkembang adalah kecenderungan untuk memperluas bidang elite
,dan sekaligus memperkecil massa. Sebagaimana kita lihat dalam masyarakat kita
selain pemimpin formal, pemimpin informal keahlian dan profesi telah membentuk
kelompok elite tersendiri. Timbulnya gejala seperti ini pada prinsipnya
tidaklah diinginkan oleh kelompok yang bersangkutan tetapi partisipasi dan
prestasinya membuat mayarakat menempatkan para ahli dan profesi dalam kelompok
elite profesional.
Pendidikan seseorang yang semakin tinggi
menyebabkan bekembangnya pola berfikirnya menjadi lebih peka terhadap ketimpangan-ketimpangan yang terjadi
dimasyarakat.
Terlepas dari masalah-masalah politik
dan ekonomi serta fungsional, R.W morell menggambarkan suatu bentuk pelapisan
baru yang semata-mata didasarkan pada keahlian,kecakapan,dan keterampilan
sebagai berikut:
a. Elite:orang-orang
kaya dan orang-orang yang menempati kedudukan/pekerjaan yang dinilai sekali.
b. Professional:
orang-oran yang berijazah dan bergelar,sera mereka yang berasal dari dunia
perdagangan dan usahawan yang berhasil.
c. Semi
profesional:pegawai kantor,pedagang,tekhnisi berpendidikan menengah,mereka yang
tidak berhasil mencapai gelar,dan pemegang buku.[6]
6. Pelapisan
sosial di indonesia
Pelapisan sosial diindonesia,menimbulkan
status sosial yang seringkali menunjukkan ciri-ciri antara lain :
a. Tumbuhnya
kelompok yang memiliki sukultur tersendiri.
b. Memiliki
stuktu sosial yang terbagi dalam lembaga-lembaga yang memiliki pandangan
berbeda.
c. Adanya
fanatisme terhadap nilai-nilai kepercayaan.
d. Integrasi
hanya didasarkan pada kepentingan-kepentingan bersama.
e. Adanya
kecendrungan dominasi politik oleh suatu kelompok tertentuyang telah mencapai
tingkat yang lebih maju.
Struktur
masyarakat indonesia yang demikian disebabkan karena beberapa hal:
a) Keadaan
geografis.
b) Pengaruh
beberapa kebudayaan yang berkemban sejak zaman hindu.
c) Dari
sudut kehidupan sosial bangsa indonesia baik sosial ekonomi maupun sosial
budaya juga menunjukkan kebinekaan.
Implikasi dari ketiga hal tersebut dalam
sistem pelapisan sosial diindonesia dapat dilhat dalam kehidupan sehari-hari
sebagai berikut.
a. Pandangan
kita terhadap kebhinekaan bangsa indonesia telah melahirka berbagai macam
status sosial.
b. Adanya
isolasi antar suku bangsa serta perbedaan ekologis
Dampak
modernisasi dan kemajuan industrialisasi serta ilmu pengetahuan terhadap
stratifikasi sosial masyarakat kota tampak dengan terbukanya kesempatan
mobilisasi keatas melalui prestasi, keterampilan dan profesi yang mampu
mengangkat pibadi yang bersangkutan dalam kehidupan baik material maupun non
material ,bentuk lain dari pelapsan sosial yag masih dapat kita jumpai di
indonesia adalah stratifikasi berdasarkan keturunan dan sistem kasta. .[7]
C.
Kesamaan
derajat
1. Pengertian
Manusia
sering mendapatkan sebutan sebagai “homo homini lupus”. Jika kita menyelami
hakikat kemanusiaan maka, “homo homini lupus” dan stratifikasi sosial yang kita
kenal sekarang adalah merupakan suatu kesenjangan sosial dan sekaligus
tantangan bagi eksistensi kemanusiaan.
Pertanyaan diatas sebenarnya telah terjawab tentang pembicaraan tentang
beberapa teori pelapisan sosial yang dapat kita simpulkan bahwa : Pertama
Atribut kemanusiaan yang utama berupa akal pikiran membuatnya memandang
kehidupan ini sebagai suatu rahasia yang harus dicarikan jawabannya.Kedua
Atribut “kebinatangan” yang melekat pada manusia berupa nafsu menuntutnya untuk
memenuhi segala bentuk kebutuhan baik yang bersifat fisik maupun non
fisik(biologis maupun psikis),hal ini menjadikan manusia tidak pernah puas
dengan apa yang telah diperolehnya. Ketiga, Ketidakpuasan manusia dengan apa
yang telah dicapainya dalam dua bidang tersebut menyebabkan terjadinya
perlombaan antara satu dengan yang lain untuk saling mendahului dan saling
menguasai.
Ketiga
acuan yang lebih bersikap psikologis diatas adalah merupakan garis kodrati
manusia untuk menghadapi kehidupan ini. Kehidupan semakin berkembang,
permasalahan yang dihadapi telah mengasah daya nalar manusia, interaksi manusia
sesamanya yang merupakan diantara proses pendidikan telah menimbulkan
persaingan diantara sesamanya. Ini memerlukan pranata-pranata sosial yang perlu
mengaturnya dan perlu mengatasi “emosi-emosi pimitif” yang dimiliki oleh
manusia sehingga tidak berbenturan. Ini merupakan konsekuensi sosiologi dari
eksistensi manusia sebagai mahluk sosial.
Tetapi jika
manusia sadar bahwa masih ada lagi satu kekuatan dalam dirinya selain akal
,nafsu, yaitu kekuatan hati nurani yang selalu berdiri diatas nafsu dan nalar
dengan nilai-nilai kebenaran etis yang universal, maka status atau strata
sosial tinggi yang dicapainya merupakan
tanggung jawab. Karena hati nurani mengemban nilai-nilai etis yang menempatkan
individu yang satu dengan yang lainnya ketempat yang sejajar, dan menilai
penghargaan terhadap sesamanya merupakan kewajiban dan menerima penghargaan
sebagai suatu tanggung jawab. [8]
Kesamaan derajat dalam kenyataannya menghadapi
struktur masyarakat yang menyangkut perubahan kedudukan golongan-golongan
sosial;mempunyai peranan dan kekuasaan dalam menentukan arah gerak perubahan,
seperti yang dirasakan sekarang ini. Pendapat umum telah bersimpati kepada
‘demokrasi’ dalam berbagai bentuk, paling tidak dari segi tori terutama
mengenai persamaan derajat dan kesamaan nilai kepribadian manusia. Dilain pihak
kita pun melihat kontradiksi dari prinsip semacam ini. Pada zaman modern
seperti sekarang ini, sering timbul kecurigaan terhadap terhadap penentu
kebijaksanaan. Dengan terang-terangan sembunyi menjalankan siasat keji, yang
secara keseluruhan didasarkan atas asa perbudakan, kepentingan perorangan dan
keuntungan pribadi. Umum juga telah bersimpati terhadap usaha meningkatkan
penghargaan martabat manusia, melalui institusi sosial dan kesejahteraan
ekonomi. Tetapi kontradiksipun timbul, misalnya negara tidak menjamin kondisi
yang dibutuhkan untuk perkembangan individu dan keluarga sendiri dengan tujuan
semula insitus semacam itu. Kesejahteraan ekonomi, produksi barang sering hanya
untuk tujuan kekayaan saja.
Kenyataan ini memberikan dorongan timbulnya gerakan-gerakan
atau pandangan, yang menawarkan pentingnya perlindungan hak-hak asasi manusia
dan terhadap kemerdekaan dasar individu-individu dalam masyarakat.
Jadi,dapat kita ketahui bahwa kesamaan derajat atau
kesetaraan bertujuan untuk mengatasi ketimpangan sosialdalam tatanan
masyarakat.
Di indonesia,pandangan tentang kesamaan
derajat telah dituangkan didalam undang-undang dasar 1945, tentang hak asasi
manusia. Pasal yang mengantarkan tentang persamaan derajat seperti pasal 27
ayat 1: Segala warga negara bersama kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.
Meskipun telah ada dasar hukumnya
tentang kesamaan derajat,namun dalam prakteknya masih sulit menghindari diri
dari kenyataan yang ada. Masih ditemui bebagai ketimpangan-ketimpangan sosial
di dalam masyarakat yang sangat mengganggu kenyamanan di dalam bermasyarakat
sehingga dapat menimbulkan problem baru di masyarakat di masa yang aka datang
yang berdampak negatif bagi perkembangan masyarakat di bidang lainnya.[9]
2.
Kesamaan
derajat sebagai cita-cita
Untuk memulai pembicaraan kesamaan
derajat sebagai cita-cita kemanusiaan ini, saya ingin menyampaikan bahwa
cita-cita bukanlah merupakan milik manusia secara individual, tetapi merupakan
cita-cita kelompok, masyarakat, bangsa sampai cita-cita seluruh umat manusia
dalam pengertian hakiki.
Hak-hak kemanusiaan seperti perubahan,
ketertiban dan keadilan pejuangan menentang kemiskinan dan ketidaksamarataan.
Cita-cita kesamaan derajat bagi bangsa indonesiatercermin dalam undang-undang
dasar 1945,dalam pasal 27,28,29,30, dan pasal 31.
3.
Usaha
mencapai cita-cita
Bagi negara-negara berkembang khususnya
yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan pendapatan perkapita yang
rendah, maka kemiskinan bukanlah fenomena baru.
Melihat kemiskina sebagai permasalahan
dasar yang menyebabkan ketidakmampuan masyarakat untuk merubah nasibnya dalam
arti meningkatkan kesejahteraan hidupnya, maka pembangunan dibidang
perekonomian merupakan salah satu alternatif jawaban yang perlu dipertimbangkan
dalam skala prioritas utama. Dalam hal ini pembangunan ekonomi dimaksudkan
sebagai pereknomian yang berhadapan langsung dengan kemiskinan, baik individual
maupun kemiskinan masyarakat secara umum. Kegiatan ekonomi yang
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
dasar dalam rangka meningkatkan kualitas pribadinya melalui pendidikan dan
kegiatan sosial .
Kedua kerangka pendekatan yang saling
menunjang, yaitu pendidikan dan ekonomi dapat mempecepat langkah kearah tercapainya
kesamaan derajat kemanusiaan. Namun untk mencapai tujuan tersebut membutuhkan
waktu yang cukup panjang dan membutuhkan pranata-pranata serta kondisi
pendukung tertentu agar dapat mempercepat cita-cita kesamaan drajat di dalam
mayarakat yang masih banyak terdapat kesenjangan sosial yang sangat tinggi di
dalam bernegara dan berbangsa yang sangat mengganggu kenyaman di dalam
kehidupan. [10]
D.
Diskriminasi
1.
Pengertian
Diskriminasi
Diskriminasi
adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasrkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status
, kelas sosial-ekonomi, jenis kelamin ,kondisi, fisik tubuh, usia, orientasi,
seksual, pandangan ideologi dan politik, serta batas negara , dan kebangsaan
seseorang.
2.
Problematika
diskriminasi
Tuntutan atas kesamaan hak bagi setiap
manusia didasarkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Sifat dari HAM
adalah universal dan tanpa pengecualian, tidak daat dipisahkan ,dan saling
tergantun. Dari pemahaman tersebut seyogyanya sikap-sikap yang didasarkan pada
ethnosetrisme ,rasisme,religius fanatisme, dan discrimination ,harus dipandang
sebgai tindakan yang menghambat pengembangan kesederajatan dan demokrasi ,
penegakan huku dalam kerangka pemajuan dan pemenuhan HAM.
Pasal 28 ayat (2) UUD NKRI 1945 telah
menegaskan bahwa: “setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlidungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” Sementara itu pasal 3 UU No. 30
tahun 1999tentang HAM telah menegaskan bahwa “ setiap orang dilahirkan bebas
dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat..”ketentuan tersebut
merupakan landasan hukum yang mendasari prinsip non diskriminasi di indonesia.
Pencantuman prinsip ini pada awal pasal dan berbagai instrumen hukum yang
mengatur HAM pada dasarnya menunjukkan bawa diskriminasi telah menjadi sebuah
realitas yang problematik, sehingga akan terdapat:
a. Komunitas
internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi di berbagai
belahan dunia; dan
b. Prinsip
nondiskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup
dalam kebebasan ,keadilan ,dan perdamaian..[11]
Apabila dibandingkan dengan prasangka
,dimana prasangka merupakan sikap ,maka pada diskriminasi merupakan suatu pola perilaku yang mengarah
pada perlakuan yang tidak adil atau tidak menyenangkan terhadap kelompok lain.
Diskriminasi terhadap suatu kelompok
atau pihak lain pasti merugikan pihak yang dikenai diskriminasi.
Diskriminasi dapat terjadi pada bidang :
a. Pekerjaan,
yang berarti anggota kelompok tertentu tidak diterima untuk mendapatka
pekerjaan.
b. Politik,
yang berarti anggota kelompok tertentu tidak mendapat hak di pemerintahan
(misalnya memilih).
c. Ditempat
umum, yang berarti anggota kelompok tertentu tidak mendapat kesempatan untuk
menikmati tempat tertentu(misalnya tempat hiburan).
d. Perumahan,
yang berarti anggota kelompok tertentu tidak mendapatkan kesempatan menikmati
perumahan yang ada .(misalnya fasilitas perumahan).
Masih banyak dilakukan usaha-usaha agar
diskriminasi yang dijalankan dapat berlangsung demi tujuan yang diinginkan
tercapai. Namun perlu kita sadari bersama bahwa diskriminasi sangat merugikan
bagi pembangunan nasional.
Prasangka yang demikian intens dan
etnosentris yang fanatik akan menjurus kepada tindakan-tindakan yang bersifat
otoriter terhadap kelompok yang di prasangkai dan atau terhadap kelompok lain.
Sikap otoriter ini membuktikan perkembangan sikap prasangka dan etnosentris
yang semakin meningkat dalam arti intensitasnya. Sikap prasangka dan
etnosentris ini akan mengarah kepada sikap diskriminasi, tergantung pada
dukungan yang diberikan oleh kebudayaan suatu kelompok etnis terhdap sikap
otoriter dalam mengembangkan kekuatan dan kekuasaan nya. Jika dukungan yang
diberikan kuat akan menambah kemungkinan-kemungkinan satu kelompok etnis
menguasai dan membatasi gerak perkembangan kelompok etnis lain. Dukungan
perkembangan kebudayaan yang kuat terhadap sikap otoriter ini akan menjadikan
sikap otoriter ini menjadi ekstrem. [12]
3.
Faktor-faktor
terjadinya diskriminasi
Pada dasarnya diskiminasi tidak terjadi
begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa faktor penyebab . antara lain
adalah:
a. Persaingan
yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi. Timbullah
persaingan antara kelompok pendatang dan kelompok pribumi, yang kerap kali
menjadi awal pemicu terjadinya diskriminasi.
b. Tekanan
dan intimidasi biasanya dilakuka oleh kelompok yang dominan terhadap kelompok
atau golongan yang lebih lemah. Aristoteles membagi masyarakat dalam suatu
negara menjadi tiga kelompok : kaya, miskin,dan yang berada diantaranya.
Kelompok-kelompok kaya (bangsawan, tuan tanah), biasanya melakukan intimidasi
dan tekanan sehingga mendiskriminasikan oang-orang miskin.
c. Ketidakberdayaan
golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus
terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.
Problematika lainnya yang timbul dan
harus diwaspadai adalah adanya disintegrasi bangsa. Dari kajian yang dilakukan
terhadap berbagai kasus disintegrasi bansa dan bubarnya sebuah negara, dapat
disimpulkan adanya enam faktor utama penyebab utama proses itu, yaitu:
a) Kegagalan
kepemimpinan , Keutuhan wilayah sangat ditentukan oleh kemampuan pemimpin dan
masyarakat warga negara memelihara komitmen kebersamaan sebagai suatu bangsa.
b) Krisis
ekonomi yang akut dan berrlangsung lama, krisis di sektor ini selalu mengawal
lahirnya krisis yang lain.
c) Krisis
politik, krisis politik merupakan pepecahan elite ditingkat nasional sehingga
mengakibatkan kepemimpina nasional semakin tidak efektif.
d) Krisis
sosial, bermula dari adanya disharmoni dan mengakibat kan perpecahan dan
konflik di dalam masyarakat.
e) Demoralisasi
tentara dan polisi,dalam bentuk pupusnya keyakina mereka dalam menjalankan
tugas dantanggung jawabnya.
f) Intervensi
asing, yang bertujuan untuk memecah belah bangsa.[13]
E.
Pemerataan
Pemerataan yaitu proses, cara atau perbuatan memeratakan,
dengan cara mengembalikan pada hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap
individunya. Pemerataan social merupakaan sebuah proses dalam mencapai
kesejahteraan masyarakat baik hak dan kewajibannya seperti hadis
Rasulullah SAW “bahwa sesungguhnya seorang muslim adalah saudara seperti halnya
sebuah bangunan yang saling mengokohkan antara satu dengan yang lainnya”.
Lapisan-lapisan sosial dapat juga terjadi dengan dibuat secara sengaja,
yang bertujuan untuk mengejar sesuatu. Hal itu bergantung pada sistem sosial
masyarakat.
Factor lahirnya pelapisan social, diskriminasi jelas disebabkan
karena kekayaan, kekuasaan, kedudukan, kehormatan dan ilmu pengetahuan yang
akhir-akhir ini sering di agungkan padahal tuhan tidak pernah menilai semua ini
karena penilaianNya hanya terpatri pada ketakwaan seseorang.
Faktor-faktor diatas tidaklah bersifat mutlak karena masih ada kriteria
lainnya. Akan tetapi, kriteria itu paling banyak digunakan sebagai dasar
pembentukan pelapisan sosial. [14]
Tetapi jika pemerataan itu sudah menjadi niat bersama, tentu jalan akan
terbuka lebar. Jika niat itu disatukan menjadi “gerakan pemerataan” (tentu
bukan politis, melainkan dari hati), kita bisa mulai dari hal-hal kecil.
Hal-hal kecil itu sebenarnya hal besar yang hanya saja selama ini dibikin
kecil. “Hal-hal kecil” itu ialah kejujuran, kasih sayang;
perikemanusiaan.Persatuan, kebangkitan dan tingginya rasa nasionalisme dalam
segala hal bisa meruntuhkan imperium pelapisan social dan diskriminasi .
Sebab itu, pemerataan bukanlah soal membagi-bagikan harta atau hak milik
secara merata dengan cuma-cuma. Pemerataan bukan soal melambaikan
keinginan-keinginan manusiawi. Pemerataan (dalam bernegara) adalah soal
bagaimana hidup saling berbagi secara adil, saling pengertian, juga bukan soal
bagaimana “aku” harus selalu untung banyak dan mendapatkan apa yang aku
inginkan walaupun orang lain menderita.”bukan itu”, tetapi kita harus
memikirkan kepentingan bersama sehingga tidak terdapat kesenjangan.
F.
Kesimpulan
Pelapisan sosial adalah pembedaan
penduduk atau masyarakat kedalam tingkatan tertentu,dan dinilai dari segi,ukurankekayaan,ukurankekuasaan,ukuran
kehormatan,ukuran ilmu pengetahuan. Untuk menghilangkan pelapisan sosial di
dalam masyarakat, maka muncullah cita-cita dalam bentuk kesamaan derajat ,agar
tidak lagi terjadi perbudakan dan penjajahan. Juga dengan kasus diskriminasi
yang juga melakukan pembedaan terhadap seseorang atau sekelompok orang.
Maka dari itu pentingnya kesadaran
masyarakat agar bisa saling menghargai satu sama lain, tanpa memandang status
dan kelas sosialnya,sehingga di harapkan tidak ada lagi istilah pelapisan sosial
dan diskriminasi. dan cita-cita tentang ksamaan derajat dan pemerataan bisa
terealisasi
Daftar
Pustaka
1.
Darmawansyah.ilmu sosial dasar. Surabaya. Usaha
nasional. Hartomo. 2008. Ilmu sosial
dasar. Jakarta. Bumi aksara.
2.
Hartomo. 2008. Ilmu sosial dasar. Jakarta. Bumi aksara.
3.
Mawardi. 2009. Ilmu
alamiah dasar, ilmu sosial dasar, ilmu budaya dasar. Bandung :CV. Pustaka
setia
4.
Setiadi, elly.
2007. Ilmu sosial dan budaya dasar.
Jakarta. Kencana prenada media group.
5.
Wahyu, Ms. Wawasan Ilmu Sosial dasar. Surabaya.
Usaha offset printing.
[1]
Hartomo,H MKDU ilmu sosial dasar, Jakarta, Bumi aksara:2008 :194-196
[2] Ibid ,
Hal: 202
[3] Wahyu,
Ms. Wawasan Ilmu Sosial dasar.
Surabaya. Usaha offset printing, Hal: 100-104
[4]Darmawansyah.ilmu sosial dasar. Surabaya. Usaha
nasional.. Hal 145-148
[5] Elly
M.setiadi,Ilmu sosial dan budaya dasar,kencana prenada media
group,jakarta,2006,hal.100-102
[6]
Darmawansyah,ibid, Hal: 162-163
[7] Darmawansyah,ibid, Hal: 166
[8] Hartomo
,ibid, Hal:204-205
[9] Wahyu
Ms,ibid, Hal: 108
[10]
Hartomo, ibid, hal:206-210
[11] Elly M
Setiadi,ibid, Hal: 154-155
[12]
Hartomo,ibid, Hal:265-266
[13] Elly M
setiadi,ibid, Hal: 156
[14]
Mawardi. IAD-ISD-IBD. 2007. HAL:252
ConversionConversion EmoticonEmoticon