BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Puasa Sunah
Puasa Sunah
adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Sabda Nabi Saw,
Artinya: Sesungguhnya seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah
Saw, dia bertanya:
Ya, Rasulullah, terangkan kepadaku tentang
puasa yang difardukan
Allah atas diriku.
Rasul menjawab: bulan
Ramadlan. Orang itu
bertanya lagi, Adakah puasa yang
lain yang diwajikan atas diriku?, Rasul menjawab: Tidak, kecuali engkau
mengerjakan puasa tatawu’ (sunah). (HR.Bukhori
dan Muslim)
Puasa sunnah adalah amalan yang dapat
melengkapi kekurangan amalan wajib. Selain itu pula puasa sunnah dapat
meningkatkan derajat seseorang menjadi wali Allah yang terdepan (as saabiqun
al muqorrobun). Lewat amalan sunnah inilah seseorang akan mudah mendapatkan
cinta Allah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi, “Hamba-Ku senantiasa
mendekatkan diri pada-Ku dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku mencintainya.
Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada pendengaran
yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada penglihatannya yang ia
gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya yang ia gunakan untuk
memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika ia
memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan jika ia memohon
perlindungan, pasti Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari no. 2506).
B. Ketentuan
dalam Melakukan Puasa Sunnah
1. Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit
fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang
membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan
sebelum fajar.
Dari ‘Aisyah R.a ا,
ia berkata:
دَخَلَ
عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ:
هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ فَقُلْنَا: لا. قَالَ: فَإِنِى إِذًا صَائِمٌ، ثُمَّ
أَتَانَا يَوْمًا آخَر. فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ أُهْدِيَ لَنَا حَيْسٌ .
فَقَالَ: أَرينيْهِ، فَلَقَدْ أَصْبَحْتُ صَائِمًا، فَأَكَلَ.
“Pada suatu hari,
Nabi SAW menemuiku dan
bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?” Kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau
berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian
beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah,
kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat dari kura, samin dan
keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya dari tadi pagi
tadi aku berpuasa.” (HR. Muslim no.
1154).
An Nawawi رحمه
الله memberi judul dalam Shahih Muslim, “Bab:
Bolehnya melakukan puasa sunnah dengan niat di siang hari sebelum waktu zawal
(bergesernya matahari ke barat) dan bolehnya membatalkan puasa sunnah meskipun
tanpa udzur. ”
- Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat, pendapat Imam Ahmad, Ishaq, dan selainnya. Akan tetapi mereka semua, termasuk juga Imam Asy Syafi’i bersepakat bahwa disunnahkan untuk tetap menyempurnakan puasa tersebut.2
- Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya.
- Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda,
لاَ
تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa
sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)
Imam An Nawawi رحمه
الله menjelaskan, “Yang dimaksudkan dalam
hadits tersebut adalah puasa sunnah yang tidak terikat dengan waktu tertentu.
Larangan yang dimaksudkan dalam hadits di atas adalah larangan haram,
sebagaimana ditegaskan oleh para ulama Syafi’iyah. Sebab pengharaman tersebut
karena suami memiliki hak untuk bersenang-senang dengan istrinya setiap
harinya. Hak suami ini wajib ditunaikan dengan segera oleh istri. Dan tidak
bisa hak tersebut terhalang dipenuhi gara-gara si istri melakukan puasa sunnah
atau puasa wajib yang sebenarnya bisa diakhirkan.” 3
Beliauرحمه
الله menjelaskan pula, “Adapun jika si
suami bersafar, maka si istri boleh berpuasa. Karena ketika suami tidak ada di
sisi istri, ia tidak mungkin bisa bersenang-senang dengannya.”
A. Hadist-hadist Puasa Sunah
BM : 698
عَنْ اَبِيْ قَتَا دَةَاْلاَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَ نَّ رَسُوْلَ
اللهِ ص . سُىلَ عَنْ
صَوْ مِ عَرَفَةَ فَقَا لَ : اَ يُكَفٍّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيةَ وَ
الْبَا قِيَةَ : وَسُىلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَا شُرَاءَفَقَا لَ :
يُكَفِّرُالسَّنَةَ الْمَاضِيَةَ.وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الْإِثْنَيْنِ
فَقَالَ: ذَلِكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيْهِ وَبُعِثْتُ فِيْهِ وَاُنْزِلَ عَلَيُّ
فِيْهِ. (رواه مسلم)
Artinya : Dari Abu Qatadah Al Anshoriy r.a,
sesungguhnya Rosulullah SAW, pernah ditanya tentang puasa pada hari Arafah; Lalu beliau menjawab :
puasa itu akan menghapus dosa tahun yang lalu dan yang akan datang. Dan beliau
pernah ditanya tentang puasa ‘Asyura’, Lalu beliau menjawab : puasa itu
menghapus dosa tahun lalu. Dan beliau pernah ditanyai tentang puasa hari Senin;
Lalu beliau menjawab : hari ini suatu hari kelahiranku, aku diutus jadi Rasul
pada hari itu dan diturunkan wahyu kepadamu (H.R. Muslim).
Dalam
hadist diatas , sulit diterima penghapusan dosa yang belum terjadi yaitu dosa
tahun yang akan datang. Pendapat itu dibantah dengan alasan bahwa yang
dimaksudkan itu ialah bahwa ia diberi taufiq pada tahun yang akan datang itu
untuk tidak melakukan dosa. Hanya saja dinamai penghapusan, untuk penyesuain
dengan istilah pada tahun yang lalu. Atau bahwa jika ia melakukan dosa tahun
yang akan datang, maka dia diberi taufiq untuk melakukan sesuatau yang akan
menghapusnya.
Adapun
puasa hari ‘Asyura’ yaitu hari ke 10 Muharram, maka menurut jumhur ulama, puasa
itu pernah menjadi puasa wajib sebelum difardukan puasa ramadhan. Kemudian
setelah itu menjadi puasa sunat. Hadist itu memberikan pengertian, bahwa puasa
hari Arafah lebih utama daripada puasa Asyura itu. Dan nabi SAW, mengemukakan
alasan sunatnya puasa hari senin karena pada hari itu belum dilahirkan, pada
hari itu beliau diutus jadi Rasul dan pada hari itu diturunkanya wahyu
kepadanya. Seakan ada keraguan perawi , sudah disepakati, bahwa Nabi SAW. Itu
dilahirkan pada hari senin dan mulai diutus menjadi rasul pada hari senin juga.
Dari
hadist diatas terkandung dalil bahwa pantas peringatan dimana Allah memulai
pelimpahan nikmat atas hamba-Nya.
BM :
699
عَنْ اَبِيْ اَيُّوْبَ الْاَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ اَنَّ
رَسُوْلَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ
اَتْبَعَهُ سِتًّامِنْ شَوَّا لٍ كَانَ كَصِبَامِ الدَّ هْرِ(رواه مسلم)
Artinya
: dari abu Abu Ayyub Al N Shorly r.a . Bawasanya Rasulullah SAW, Bersabdah :
Barang siapa yang puasa ramadhan kemudian dia ikuti dengan enam hari bulan
syawal, maka dia seperti berpuasa setahun. (H.R. Muslim).
Dalam
hadist diatas terdapat dalil yang menunjukkan sunat puasa 6 hari dalam bulan
Sayawal, dan itu pendapat sekelompok ulama Syi’ah, Ahmad dan Syafi’iy, Malik
mengatakan : makruh puasa 6 hari bulan Syawal itu, karena menuruntnya dia tidak
pernah melihat ulama puasa hari-hari itu dan agar tidak dikira wajib. Ibnu
‘Abdul barri yang mengatakan bahwa hadist ini belum sampai pada Malik, belum
dia ketahui adanya hadist dari Muslim ini.
Sunan
At Turmudziy dari ibnu Mubarak bahwa dia memilih puasa 6 hari pada awal bulan
syawal. Telah diriwayatkan dari Ibnu Mubarak, bahwa dia pernah berkata : barang
siapa yang berpusa 6 hari pada bulan Syawal dengan secara terpisah ( tidak
berturut-turut), maka puasa itu boleh. BM : 702
عَنْ
اَبِيْ ذَرٍّرَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَا لَ : اَمَرَنَا رَسُوْلَ اللهِ ص . اَنْ نَصُوْمَ مِنَ الْشَّهْرِثَلَاثَةَ اَيَّامٍ
: ثَلَاثَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ .
Artinya
: dari Abu Dzar r.a. dia berkata : Rasulullah SAW, menyuruh kami berpuasa
setiap bulan itu 3 hari yaitu : hari ke 13, ke 14, dank e 15. ( H.R. An Nasaíy
dan ATurmudzi, serta dinilai sohih oleh ibnu Hibban).
Bab larangan berpuasa setahun penuh bagi yang akan
memudharatkan atau menjadikan kewajibanya terbengkalai atau tidak terbuka pada
hari raya idul fitri dan idul adha serta pada hari tasyrik dan penjelasan
keutamaan puasa selang-seling.
LM: 714
دَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ قَالَ
سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ وَهْبٍ يُحَدِّثُ عَنْ يُونُسَ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ ح
و حَدَّثَنِي حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ أَخْبَرَنِي
يُونُسُ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَخْبَرَنِي سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ وَأَبُو
سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ
الْعَاصِ قَالَ
أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يَقُولُ لَأَقُومَنَّ اللَّيْلَ وَلَأَصُومَنَّ النَّهَارَ مَا عِشْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آنْتَ الَّذِي تَقُولُ ذَلِكَ فَقُلْتُ لَهُ قَدْ قُلْتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَنَمْ وَقُمْ وَصُمْ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ قَالَ قُلْتُ فَإِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ قَالَ قُلْتُ فَإِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ أَعْدَلُ الصِّيَامِ قَالَ قُلْتُ فَإِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَأَنْ أَكُونَ قَبِلْتُ الثَّلَاثَةَ الْأَيَّامَ الَّتِي قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَهْلِي وَمَالِي
أُخْبِرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ يَقُولُ لَأَقُومَنَّ اللَّيْلَ وَلَأَصُومَنَّ النَّهَارَ مَا عِشْتُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آنْتَ الَّذِي تَقُولُ ذَلِكَ فَقُلْتُ لَهُ قَدْ قُلْتُهُ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِنَّكَ لَا تَسْتَطِيعُ ذَلِكَ فَصُمْ وَأَفْطِرْ وَنَمْ وَقُمْ وَصُمْ مِنْ الشَّهْرِ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَذَلِكَ مِثْلُ صِيَامِ الدَّهْرِ قَالَ قُلْتُ فَإِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمَيْنِ قَالَ قُلْتُ فَإِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا وَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلَام وَهُوَ أَعْدَلُ الصِّيَامِ قَالَ قُلْتُ فَإِنِّي أُطِيقُ أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا أَفْضَلَ مِنْ ذَلِكَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا لَأَنْ أَكُونَ قَبِلْتُ الثَّلَاثَةَ الْأَيَّامَ الَّتِي قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَهْلِي وَمَالِي
Hadis riwayat
Abdullah bin Amru bin Ash رضي الله عنه, ia
berkata:Rasulullah صلی الله عليه وسلم dikabarkan
bahwa aku pernah berkata akan selalu salat qiyam, akan berpuasa pada siang
harinya sepanjang hidupku. Kemudian Rasulullah صلی الله
عليه وسلم bertanya: Betulkah engkau pernah bilang demikian? Aku
menjawab: Betul, aku pernah mengatakannya, wahai Rasulullah. Rasulullah صلی الله
عليه وسلم bersabda: Sungguh engkau tidak akan mampu melakukan
yang demikian. Oleh karena itu berpuasalah dan juga berbukalah. Tidurlah dan
bangun malamlah. Berpuasalah tiga hari dalam setiap bulan. Sebab, satu
kebajikan itu nilainya sama dengan sepuluh kebajikan. Dan yang demikian itu
(puasa tiga hari dalam tiap bulan) nilainya sama dengan puasa satu tahun. Lalu
aku katakan kepada Rasulullah صلی الله عليه وسلم:
Tetapi aku mampu berbuat lebih dari itu. Beliau bersabda: Berpuasalah sehari
dan tidak puasa dua hari. Aku katakan kepada beliau: Tetapi aku mampu berbuat
lebih dari itu. Rasulullah صلی الله عليه وسلم bersabda:
Jika begitu, berpuasalah sehari dan berbukalah sehari, itu adalah puasa nabi
Daud عليه السلام dan itulah puasa yang tengah-tengah.
Kemudian aku berkata: Sungguh aku mampu berbuat lebih dari itu. Rasulullah صلی الله
عليه وسلم bersabda: Tidak ada yang lebih utama dari itu.
Abdullah bin Amru رضي الله عنه berkata: Aku
terima tiga hari sebagaimana yang dikatakan Rasulullah صلی الله
عليه وسلم adalah lebih aku sukai dari istri dan hartaku.
ConversionConversion EmoticonEmoticon