MAKALAH TAFSIR IBADAH
Tentang shalat Jum’at
Disusun oleh :
Kelompok 6
1.
Dede Tri Nopran
2.
Joko purnomo
Dosen
Pembimbing :
Badrun taman
PRODI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami hanturkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Salawat beserta salam kami sampaikan kepada Reformator dunia yaitu
Baginda Rasulullah SAW yang telah menghijrahkan umatnya minal kufri ilal iman,
kecintaannya kepada umat melebihi cintanya pada dirinya sendiri..
Akhirnya dengan segala kerendahan
hati, penyusun mengakui masih banyak terdapat kejanggalan- kejanggalan dan
kekurangan dalam makalah ini. Hal ini disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan dan
pengalaman yang penyusun miliki, oleh karena itu, kritik dan saran yang
konstruktif sangat penyusun harapkan demi kesempurnaan makalah ini dimasa yang
akan datang.
Penyusun juga berharap makalah ini
mudah-mudahan berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin
Ya Rabbal ‘Alamin.
Bengkulu, APRIL 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ................................................................................
2
Daftar Isi ................................................................................
3
Bab I
Pendahuluan
A.
Latar belakang .......................................................................4
B.
Rumusan masalah .......................................................................4
C.
Tujuan .......................................................................4
Bab II
Pembahasan
A.
Pengertian shalat jum’at .......................................................................5
B. Ayat-ayat
Al-Qur’an mengenai shalat jum’at ....................................................5
C. Rukun
shalat jum’at .......................................................................8
D. Syarat
sah dan Syarat wajib shalat jum’at........................................................8
E. sunnah
shalat jum’at .......................................................................9
F. khutbah .......................................................................9
Bab III
Penutup
- Kesimpulan ......................................................................12
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Allah telah
menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada umat ini.
Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum’at. Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata:
“Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan turunan dari kata al-jam’u
yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu setiap
pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah SWT memerintahkan
hamba-hamba-Nya yang mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya.
B. Rumusan masalah
1.
Apa itu shalat
jum’at?
2.
Dalil-dalil yang
mewajibkan shalat jum’at?
3.
Syarat dan
sunnah pada shalat jum’at?
C. Tujuan
1. untuk
mengetahui definisi sholat jum’at.
2. Untuk
mengetahui Dalil-dalil yang mewajibkan shalat jum’at.
3. Untuk
mengetahui dan memahami Syarat dan sunnah pada shalat jum’at.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
shalat jum’at
Shalat jum’at ialah shalat fardlu dua
rakaat pada hari jum’at dan dikerjakan pada waktu dzuhur sesudah dua khutbah. orang
yang tela melaksanakan shalat jum’at tidak diwajibkan mengerjakan shalat
dzuhur. Shalat jum’at hukumnya fardlu ‘ain bagi setiap laki-laki muslim yang
mukallaf, laki-laki sehat, merdeka. Sebelum melaksanakan shalat ju’mat
disunnahkan mandi dan datang dengan segera agar tidak ketinggal khutbah jum’at.
Ketentuan mengenai shalat jum’at terdapat di dalam Al-Qur’an dan sunnah. [1]
B. Ayat-ayat Al-Qur’an mengenai shalat jum’at
ketentuan
mengenai shalat jum’at, terdapat dalam surah Al-Jumu’ah.
1. Surah
Al-Jumu’ah ayat 9-11
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا
إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ (٩) فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الأرْضِ
وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ (١٠) وَإِذَا رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا
وَتَرَكُوكَ قَائِمًا قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ
التِّجَارَةِ وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ (١١)
Artinya:
“(9)Wahai orang-orang yang beriman! Apabila diseru untuk melaksanakan shalat
pada hari Jum'at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui. (10) apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah
kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu
beruntung.(11) dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka
segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri
(berkhutbah). Katakanlah, “apa yang ada di
sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan,” dan Allah Pemberi
rezeki yang terbaik.”
Kosa kata :
1.
Al-jumu’ah
Kata al-jumu’ah terambil dari
kata jama’a-yajma’u-jam’an yang berarti mengumpulkan. Darinya diambil
kata jami’ yang berarti masjid. Masjid disebut jami’ karena ia
berfungsi mengumpulkan umat Islam pada setiap hari Jum’at. Dan begitu pula,
hari tersebut disebut al-jumu’ah karena pada hari itu umat Islam
berkumpul di masjid untuk melaksanakan ibadah shalat jum’at. Kata ini
disebutkan hanya sekali di dalam Al-qur’an, yaitu di surah al-jumu’ah ini.
2.
Fadillah
Kata fadl adalah masdar
(kata jadian) dari kata fadala-yafdulu-fadlan yang berarti lebih, lawan dari kurang. Di
dalam Al-Qur’an Allah berfirman, “dan kami lebihkan mereka di atas banyak
makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (al-isra’/17:70)
jadi, kata fadlullah berarti kelebihan dari Allah. Maksudnya anugerah
yang diberikan Allah itu melebihi (di atas) setiap usaha manusia.
3.
Infaddu
Kata infadda terbentuk
dari kata fadda yang di tambah dengan dua huruf I muka, yaitu hamzah
wasal dan nun. Kata fadda berarti memecah dan
memisah-misahkan, seperti kalimat la fadda Allahu asnanaka yang berarti
semoga Allah tidak memecahkan gigi-gigimu. Darinya diambil kata faddun
minan-nas yang berarti orang-orang yang terpecah belah. Kata infadda di
sebut dalam Al-Qur’an sebanyak tiga kali, dan seluruhnya memiliki arti bubar.
Tafsir :
(9) Allah menerangkan bahwa
apabila muazin telah mengumandangkan azan pada hari jum’at, maka hendaklah kita
meninggalkan perniagaan dan segala usaha dunia serta bersegera ke masjid untuk
mendengarkan khutbah dan melaksanakan shalat jum’at, dengan cara yang wajar,
tidak berlari-lari, tetapi berjalan dengan tenang sampai ke masjid.
Seandainya seseorang
mengetahui betapa besar pahala yang akan diperoleh orang yang mengerjakan
shalat jum’at dengan baik, maka melaksanakan perintah itu (memenuhi panggilan
shalat dan meninggalkan jual-beli) adalah lebih baik daripada tetap di tempat
melaksanakan jual-beli dan meneruskan usaha untuk memperoleh keuntungan dunia.
(10) pada ayat ini Allah
menerangkan bahwa setelah selesai melakukan shalat jum’at, umat Islam boleh
bertebaran di muka bumi untuk melaksanakan urusan duniawi, dan berusaha mencari rezeki yang halal,
sesudah menunaikan yang bermanfaat untuk akhirat. Hendaklah mengingat Allah
sebanyak-banyaknya dalam mengerjakan usahanya dengan menghindarkan diri dari
kecurangan, penyelewengan, dan lain-lainnya. Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu yang tersembunyi apalagi yang tampak. Dengan demikian, tercapailah
kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.
(11) diriwayatkan oleh Al-Bukhari,
Muslim, Ahmad, dan at-Tirmizi dari Jabir bin ‘Abdullah bahwa ketika Nabi saw
berdiri berkhotbah pada hari Jum’at, tba-tiba datanglah rombongan unta (pembawa
dagangan), maka para sahabat Rasulullah bergegas mendatanginya sehingga tidak
ada yang tinggal mendengarkan khotbah kecuali 12 orang. Saya (Jabir), Abu
Bakar, dan Umar termasuk mereka yang tinggal, maka Allah Ta’ala menurunkan ayat
: )wa iza ra’au tijaratan au lahwan,sampai akhir surah).
Pada ayat ini Allah mencela
perbuatan orang-orang mukmin yang lebih mementingkan kafilah dagang yang baru
tiba dari pada Rasulullah, sehingga mereka meninggalkan Nabi saw dalam keadaan
berdiri berkhotbah. Ayat ini ada hubungannya dengan peristiwa kedatangan Dihyah
al-Kalbi dari Syam (Suriah), bersama rombongan untanya membawa barang
dagangannya seperti tepung, gandum, minyak dan lain-lainnya. Menurut kebiasaan
apabila rombongan unta dagangan tiba, wanita-wanita muda keluar menyambutnya
dengan menabuh gendang, sebagai pemberitahuan atas kedatangan rombongan itu, supaya
orang-orang datang berbelanja barang dagangan yang dibawanya.
Selanjutnya Allah
memerintahkan Nabi-Nya supaya menyampaikan kekeliruan perbuatan mereka dengan
menegaskan bahwa apa yang di sisi Allag jauh lebih baik daripada keuntungan dan
kesenangan dunia. Kebahagiaan akhirat itu kekal, sedangkan keuntungan dunia
akan lenyap.
Ayat ini ditutup dengan satu
penegasan bahwa Allah itu sebaik-baik pemberi rezeki. Oleh karena itu,
kepada-Nyalah kita harus mengarahkan segala usaha dan ikhtiar untuk memperoleh
rezeki yang halal, mengikuti petunjuk-petunjuk-Nya dan rida-Nya. [2]
C. Rukun
shalat jum’at
1. Ada dua khutbah.
2. Duduk diantara dua khutbah.
3. Shalat dua rakaa’at dengan
berjama’ah
D.
Syarat-syarat wajib mendirikan
shalat jum’at
1.
Islam, tidaak wjib atas orang non islam.
2.
Baligh (dewasa), tidak wajib atas anak-anak.
3.
Berakal, tidak wajib jum’at atas orang gila
4.
Laki-laki
5.
Sehat
E.
Syarat-syarat
sah shalat jum’at
1.
Dua raka’at shalat jm’at dan dua
khutbahnya harus masih masuk waktu shlat juhur.
2.
Dilaksanakan disuatu perkampungan
atau perkotaan (maksudnya apabila yang shalat jum’at itu semuanya musafir maka
shalat jum’atnya tidak sah).
3.
Minimal mendapati satu raka’at
(dengan berjama’ah) dari dua raka’at shalat jum’at, maka jika seorang makmum
shalat jum’at tidak mendapati satu raka’at shalat jum’at bersama imam, maka ia
tetap niat shalat jumat tetapi perakteknya shalat juhur empat raka’at.
4.
Jumlah makmum yang shalat jum’at
minimal 40 orang dari penduduk setempat atau penduduk asli (mustauthin)
yang telah wajib jum’at.
5.
Harus didahului dua khutbah
F.
Sunnah shalat jum’at
1.
Disunnahkan mandi pada hari jum’at bagi rang yang
akan pergi ke masjid untuk shalat jum’at.
2.
Berhias dengan memakai pakaian yang sebaik-baiknya,
dan yang lebih baik bewarna puih.
3.
Memakai wangi-wangian.
4.
Memotong kuku, menggunting kumis, dan menyisir
rambut.
5.
Mnyegerakan pergi kemasjid.
6.
Hendaklah ia membaca Qur’an dan dzikir sebelum
khotbah.
7.
Hendaklah memperbanyak do’a dan shalwat atas Nabi
Saw. [3]
G.
Khutbah jum’at
Khutbah
jum’at ialah perkataan yang mengandung tuntunan yang diucapkan oleh khatib
dengan syarat yang telah ditetapkan oleh syara’ dan menjadi rukun dalam shalat
jum’at. Khutbah jum’at terbagi menjadi dua, yang antara keduanya diadakan waktu
istirahat yang pendek, dan khutbah ini dilakukan sebelum shalat.
1.
Syarat-syarat dua khutbah jum’at
a.
Yang bekhutbah harus laki-laki
b.
Yang berkhutbah bukan orang yang tuli
c.
Khutbah harus dilakukan dalam bangungan yang
digunakan dalam shalat jum’at
d.
Suci dari hadas besar dan hadas kecil
e.
Badab, pakaian, dan tempat hatib harus suci dari
najis
f.
Menutup aurat
g.
Berdiri diwaktu berhutbah bagi yang kuasa berdiri
h.
Duduk antara dua khutbah dengan istirahat yang pendek
i.
Berturut-turut antara khutbah pertama dan kedua
j.
Berturut-turut antara kedua khutbah dengan shalat
2.
Rukun-rukun khutbah jum’at
a.
Memuji Allah Swt pada tiap-tiap awal kedua khutbah
b.
Mengucapkan shalawat atas Rasulullah Saw
c.
Membaca dua kalimat syahadat
d.
Berwasiat dengan taqwallah, yakni berwasiat agar
bertaqwa kepada Allah Swt, pada tiap-tiap khutbah. dan mengajarkan apa-apa yang
perlu kepada pendengar, sesuai dengan keadaan tempat dan waktu, baik urusan
agama maupun urusan dunia, seperti ibadah, sopan santun, pergaulan,
perekonomian, dan sebgainya
e.
Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari kedua
khutbah
f.
Berdo’a bagi kaum mukminin dan mukminat pada khutbah
yang kedua. [4]
3.
Sunnah-sunnah khutbah
a.
Khutbah itu hendaklah dilakukan diatas mibar atau
ditempat yang tinggi.
b.
Khutbah itu hendaklah diucapkan dengan kalimat yang
fasih, terang, mudah dipahami, tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
c.
Khatib hendaklah tetap menghadap orang banyak, jangan
berputar-putar, karena yang demikian itu tidak disyariatkan.
d.
Membaca surah al-ikhlas sewaktu duduk diantara dua
khutbah
e.
Menertibkan rukun-rukun khutbah
f.
Pendengar atau para jamaah hendaklah diam, saat
khatib berkhutbah.
g.
Khatib hendaklah memberi salam
h.
Khatib hendaklah duduk diatas mimbar sesudah memberi
salam dan saat khatib duduk itulah adzan dikumandangkan.[5]
4.
Beberapa kejadian yang sering mengecewakan pendengar
khutbah
Dalam
melaksanakan khutbah sering terjadi peristiwa yang menimbulkan kekecewaan para
pendengar, misalnya:
a.
Khutbah sangat panjang dan dalam khutbah bukan
menganjurkan amal ibadah, melainkan berkisar pada politik yang tidak dimengerti
oleh sebagian para jemaah jum’at.
b.
Diwaktu berkhutbah kadang-kadang dipakai kata-kata
asing yang tidak dapat dimengerti oleh sebagian besar para jemaah jum’at.
c.
Khutbah jum’at sering dipakai memberi jawaban suatu
masalah pertentangan antar kelompok atau perseorangan, yang akibatnya pada jum’at
berikutnya, dilanjutkan lawannya untuk membalas dan memberikan penjelasan yang
tidak ada habis-habisnya. Atau setidak-tidaknya membuat ketegangan dikalangan
para jemaah jum’atsetelah selesainya shalat.
Peristiwa
semacam ini hendaklah diperhatikan benar-benar oleh para khatib sebab kejadian
demikian itu dapat menggemparkan masyarakat, karena tindak-tanduk para khatib
yang kadang-kadang tidak disengaja.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Shalat Jum'at
adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah
dan dilaksanakan setelah dua khutbah. perintah mengerjakan shalat jum’at
terdapat dalam surah Al-Jumu’ah ayat 9-11.
Shalat Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki / pria
dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat, serta muqaim (bukan dalam
keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Dan shalat
jum’at juga memiliki rukun, syarat-syarat wajib, dan syarat sah nya yang harus
dilaksanakan, supaya shalat jumat nya menjadi sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
rifa’i, Moh. 1978. ilmu fiqih islam lengkap. semarang: Cv toha putra.
Rasyid, Sulaiman. 2003. fiqih islam.
Bandung: sinar baru algesindo.
Kementerian
Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirannya Jilid 10 , Jakarta : Widya Cahaya.
[1] Moh
rifa’i, ilmu fiqih islam lengkap, (semarang: Cv toha putra, 1978), hal: 175
[2]
Kementerian Agama RI,Al-Qur’an
dan Tafsirannya Jilid 10 , (Jakarta : Widya Cahaya, 2011), hal: 134-137
[3] Sulaiman
rasyid, fiqih islam, (Bandung: sinar baru algesindo, 2003) hal: 124
[4] Moh
rifa’i, ilmu fiqih islam lengkap, hal: 185-187
[5] Sulaiman
rasyid, fiqih islam, hal:127
[6] Moh
rifa’i, ilmu fiqih islam lengkap, hal:193
ConversionConversion EmoticonEmoticon