pengertian kodifikasi dan unifikasi



S ebagai sarana untuk memelihara ketertiban dan keamanan dalam masyarakat; sebagai sarana  untuk melaksanakan pembangunan; sebagai sarana untuk menegakkan keadilan; dan sebagai sarana untuk memberikan pendidikan (mendidik) masyarakat

KOODIFIKASI DAN UNIFIKASI
1.     KOODIFIKASI
Istilah koodifikasi berasal dari codifiecatie yaitu suatu usaha untuk menyusun satu bagian dari hukum secara lengkap dan merupakan satu buku.
Adapun menurut CST Kansil, mengatakan bahwa koodifikasi adalah pembukuan jenis-jenis hukum tertentu dalam kitab undang-undang secara sistematis dan lengkap yang dilakukan secara resmi oleh pemerintah.

Koodifikasi dari pada hukum tertulis bertujuan antara lain  :

                       -           Untuk memperoleh kepastian hukum , dimana hukum tersebut sungguh-sungguh telah tertulis didalam satu kitab Undang-Undang.
                       -           Penyederhanaan hukum, sehingga memudahkan masyarakat dalam memperoleh atau memeliki dan mempelajarinya
                       -           Kesatuan hukum, sehingga dapat mencegah beberapa hal, yaitu ;
a.      Kesimpangsiuran terhadap pengertian hukum yang bersangkutan
b.      Berbagai kemungkinan penyelewengan dalam pelaksanaanya
c.       Keadaan yang berlarut-larut dari masyarakat yang buta hukum
Beberapa contoh koodifikasi antara lain ;
                       -           Kodifikasi hukum di Eropa :
a.      Corpus Luris Civilis (mengenai hukum perdata), yang diusahakan oleh Kaisar Justianus dari Kerajaan Romawi  dalam tahun 527-565.
b.      Code Civil (mengenai hukum perdata), yang di usahakan oleh Kaisar Napoleon di Perancis dalam tahun 1604.



                       -           Kodifikasi hukum di Indonesia:
a.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (sekarang KUHPer) pada tanggal 1 Mei 1848
b.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada tanggal 1 Mei 1948
c.         Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada tanggal 1 Januari 1918
d.      Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada tanggal 31 Desember 1918

2.    UNIFIKASI
Unifikasi hukum adalah suatu langkah penyeragaman hukum atau penyatuan suatu hukum untuk diberlakukan bagi seluruh bangsa disuatu wilayah negara tertentu sebagai hukum nasional di negara tersebut.

Beberapa hukum di Indonesia yang telah di unifikasikan antara lain :
-          UU. No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
-          UU. No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
-          UU Anti Korupsi, dll.
Dengan adanya kodifikasi dan unifikasi terhadap hukum , maka ada beberapa kemungkinan terhadap eksistensi hukum itu sendiri, yaitu :
Kemungkinan pertama :                                             
Hukum itu telah telah dikodifikasi dan telah di unifikasi,  Misalnya : Hukum Pidana dalam KUHP, Hukum Dagang dalam KUHD, dan Hukum Acara Pidana dalam KUHAP.
Kemungkinan kedua :
Hukum itu telah dikodifikasi, tetapi belum di unifikasi, misalnya : Hukum Perdata, walaupun telah dikodifikasi dalam KUHPer namun isinya masih tetap membeda-bedakan berlakunya bagi warga negara menurut golongannya.
Kemungkinan ketiga :
Hukum itu telah di unifikasi tetapi belum dikodifikasi, misalnya UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dan lain-lain.
Sabtu, 12 Januari 2013
Sistem Hukum

A. Pengertian Sistem Hukum
          Pandangan hukum sebagai sistem adalah pandangan yang cukup tua, meski arti “sistem”
dalam berbagai teori yang berpandangan demikian itu tidak selalu jelas dan tidak juga seragam . Kebanyakan ahli hukum berkeyakinan bahwa teori hukum yang mereka kemukakan di dalamnya terdapat suatu sistem . Asumsi umum mengenai sistem mengartikan kepada kita secara langsung bahwa jenis sistem hukum tersebut telah ditegaskan lebih dari ketegasan yang dibutuhkan oleh sistem jenis manapun juga . Dengan demikian, huum merupakan sistem berarti bahwa hokum itu merupakan tatanan, di mana hokum merupakan suatu kesatuan yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsure-unsur yang saling berkaitan erat satu sama lain . Dengan begitu, yang dimaksud dengan sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsure-unsur yang mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut .
            Untuk mencapai suatu tujuan kesatuan tersebut perlu kerja sama antara bagian-bagian atau unsur-unsur  tersebut menurut rencana dan pola tertentu . Dalam sistem hukum yang baik tidak boleh terjadi pertentangan-pertentangan atau tumpang tindih di antara bagian-bagian yang ada . Jika pertentangan atau kontradiksi tersebut terjadi, sistem itu sendiri yang menyelesaikan hingga tidak berlarut .  Hukum yang merupakan sistem tersusun atas sejumlah bagian yang masing-masing juga merupakan sistem yang dinamakan subsistem . Kesemuanya itu bersama-sama merupakan satu kesatuan yang utuh . Kesatuan tersebut diterapkan terhadap konplesitas unsure-unsur yuridis seperti peraturan hokum, asas-asas hukum dan pengertian hukum . Sehingga di dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan atau kontradiksi antara bagian-bagian yang ada pada peraturan hukum, asas-asas hukum  dan pengertian hukum . Kalau sampai terjadi konflik maka akan segera diselesaikan oleh dan didalam sistem (hukum) itu.

            Setiap sistem mengandung beberapa sas yang menjadi pedoman dalam pembentukannya dan dapat dikatakan bahwa suatu sistem adalah tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya. Dengan demikian sifat sistem ini menyeluruh dan berstruktur yang keseluruhan komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional .  Jadi kalau dikatakan bahwa hukum sebagai suatu sistem; artinya suatu susunan atau tatanan teratur dari aturan-aturan hidup, keseluruhannya terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain .  Seperti dalam hukum perdata sebagai sistem hukum positif misalkan, sebagai keseluruhan hokum, di dalamnya terdiri dari bagian-bagian yang mengatur tentang hidup manusia sejak lahir sampai meninggal dunia .  Dari bagian-bagian itu bisa dilihat kaitan aturannya sejak seseorang dilahirkan, hidup sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban, suatu waktu keinginan untuk melanjutkan keturunan dilaksanakan dengan memberikan keluarga, di dalam kehidupan sehari-hari manusia itu memiliki kekayaan yang dipelihara dan dipertahankan dengan baik dan pada saat meninggal dunia semuanya akan ditinggalkan untuk diterimakan lajut vagi yang berhak .
            Dari bagian-bagian sistem hukum perdata itu ada aturan-aturan hukumnya yang berkaitan dengan  keberlangsungan hidup manusia dalam pengembangan keturunan yang disebut dengan “ hukum perkawinan”, sedang harta peninggalan yang dimiliki dan dipertahankan dengan baik itu dibagikan kepada yang berhak ialah disebut ahli waris yang diatur dalam “hukum waris” . Sehingga pengaturan didalam hukum perdata pada bagian-bagian system hukumnya itu secara teratur dan keseluruhannya merupakan peraturan hidup manusia dalam keperdataan yang berkaitan dengan hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya . Oleh karena itu, pembagian sistem hukum menjadi bagian-bagian merupakan cirri sistem hukum . Untuk dapat mengadakan pembagian harus ada kriteriumnya sebagai cirri dari sistem hukum . Dimana kriterium merupakan prinsip dasar pembagian . pembagian hukum yang lazim diadakan ialah: Hukum materiil-Hukum formiil;dan Hukum Publik-Hukum privat .
B. Ciri-ciri Sistem Hukum Indonesia
          Terlebih dahulu untuk diungkapkan yang menjadi cirri sistem hukum Indonesia sebelum kita membicarakan unsur-unsur sistem hokum, ialah bentuk sistem hukum Indonesia yang menjadi cirri di dalam bentuk sistem hukum yang dianutnya . Secara garis besar sistem hukum yang sering manjadi cirri pada bentuk hukum ialah dengan sistem terbuka dan tertutup . Yang dimaksud dengan sistem tertutup adalah sistem yang terisolir sama sekali dari lingkungan . Batas-batasnya (boundaries) tertutup bagi pertukaran informasi dan energi yang ada pada lingkungan sosial . Sehingga dalam sistem hukum yang bersifat tertutup tidak memasukkan factor-faktor yang ada pada pusat informasi dan energi disekitar lingkungan kehidupan masyarakat, yang merupakan sumber-sumber luar yang mempengaruhi sistem hukum itu sendiri. Oleh Karenanya sistem hukum tertutup dapat mengalami entropi yang bergerak ke arah disorganisasi atau kematian .
            Sedangkan yang dimaksud dengan sistem hukum terbuka, dikatakan oleh Sudikno Mertokusumo bahwa sistem terbuka mempunyai hubungan timbale balik dengan lingkungannya. Dimana sistem hukum merupakan satu kesatuan unsur-unsur (yakni peraturan dan penetapan) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, ekonomi, sejarah dan sebagainya . Dan sebaliknya sistem hukum mempengaruhi faktor-faktor diluar sistem hukum tersebut . Peraturan-peraturan hukum terbuka untuk penafsiran yang berbeda, oleh karena itu selalu terjadi perkembangan . Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sistem hukum Indonesia berbentuk sistem terbuka . Kenyataan ini tidak berarti bahwa tidak terdapat perbedaan tatanan diantara kaidah-kaidah hukum . Seperti sekelompok kaidah hukum tertentu memang memiliki sifat lebih umum ketimbang suatu kelompok lainnya . Dalam kerangka itu kita sudah menetapkan asas hukum sebagai suatu jenis khusus kaidah hukum, yakni kaidah penilaian yang memiliki cirri suatu derajat keumuman yang lebih tinggi .
            Meskipun dikatakan bahwa sistem hukum itu terbuka, namun didalam sistem hukum itu ada bagian-bagian yang sifatnya tertutup . Ini berarti bahwa pembentuk Undang-Undang tidak member kebebasan untuk membentuk hukum . Hukum keluargan dan Hukum benda merupakan sistem tertutup, yang berarti bahwa lemabaga-lembaga hukum dalam hukum keluarga dan benda jumlah dan jenisnya tetap . Tidak dimungkinkan orang menciptakan hak-hak kebendaan baru kecuali oleh pembentuk Undang-undnag . Sebaliknya hukum perserikatan sisemnya terbuka; setiap orang bebas untuk membuat jenis perjanjian apapun di luar yang ditentukan oleh Undang-undang . Oleh sebab itu bervariasinya aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum sudah dapat menghalangi bahwa mereka akan dapat dikumpulkan menjadi satu kesatuan, tanpa menimbulkan erugian pada isinya .
            Dimana berbagai asas hukum yang ada pada landasan (basis) suatu sistem hukum menghalangi tersusunnya suatu keseluruhan yang tertutup . Nilai-nilai, yang memperoleh bentuk dalam asas-asas hukum, mengajukan (tuntutan) berbagai syarat pada sistem itu, yang tidak dapat semuanya pada waktu yang bersamaan diwujudkan . Pada akhirnya berbagai kepentingan kemasyarakatan dan tujuan politik memainkan peranan di dalam hukum, yang seringkali bertentangan .  Semua itu dengan derajat yang berubah-ubah dan dengan cara yang berbeda-beda berpengaruh dalam praktek hukum, yang mengakibatkan bahwa bertolak dari praktek, orang tidak mungkin akan sampai pada suatu sistem hukum terunifikasi secara penuh (volledig uniform rechtssysteem) . Karena itu, sistem hukum memiliki cirri sebagai suatu sistem terbuka, yang didalamnya orang hanya dapat menunjukan di sana sini ada perkaitan . Karena hukum itu berisi peraturan-peraturan hukum yang sifatnya tidak lengkap dan tdak mungkin lengkap .
C. Unsur-unsur Dalam Sistem Hukum Indonesia
          Sistem hukum Indonesia yang menjadi ciri sangat dipengaruhi oleh bentuk sistem hukum yang melingkupinya terutama sistem hukum di dunia yang sekarang ini berlaku di belahan penjuru dunia . Secara garis besar system hokum yang sekarang berlaku dan mempengaruhi pada sistem hukum diberbagai negara dapat digolongkan menjadi dua macam cirri sistem hukum yaitu: (1). Sistem hukum Kontinental ; dan (2). Sistem hukum Anglo saxon . Adapun selain dari kedua sistem itu, yang menjadi ciri pada sistem hukum Indonesia ialah: (1). Sistem hukum Islam; dan (2). Sistem hukum Adat . Dari masing-masing kedua sistem hukum tersebut berkembang pesat pada berbagai negara terutama negara-negara maju di dataran Eropa maupun negara berkembang yang mengikuti sistem itu .
            Sedangkan penggolongan dari kedua yang terakhir dari system berikutnya ini merupakan unsure dari system hokum Indonesia sebagai cirri yang melekat pada sumber-sumber hokum di Indonesia . Karena tidak dapat dipungkiri bahwa ketiga system tersebut sangat berpengaruh dan sangat dominan dalam system hokum Indonesia terhadap eksistensinya atas pembuatan peraturan hokum positif, ketika system hokum Indonesia bercirikan pada system terbuka .
1. Sistem Hukum Eropa Kontinental
            Sistem hukum ini berkembang di negara-negara Eropa daratan yang sering disebut sebagai “Civil Law” .  Sebenarnya semula berasal dari kodifikasi hukum yang berlaku dikekaisaran Romawi pada masa pemerintahana Kaisar Justinianus abad VI SM . Peraturan-peraturan hukumnya merupakan kumpulan dari berbagai kaidah hukum yang ada sebelum masa justinianus yang kemudian disebut “Corpus Juris Civilis” . Dalam perkembangannya, prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada corpus juris civilis itu dijadikan dasar perumusan dan kodifikasi hukum di negara-negara Eropa daratan, seperti Jerman, Belanda, Prancis dan Italia, juga Amerika Latin dan Asia termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah Belanda .
            Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kontinental itu ialah hukum memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk Undang-undang dan tersusun secara sistematik didalam kodifikasi atau kompilasi tertentu . Prinsip dasar ini dianut mengingat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah kepastian hukum . Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan hukum manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan hukum yang tertulis . Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat umum . Hakim hanya berfungsi menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya . Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja (doktrins res ajudikata) .
            Sejalan dengan pertumbuhan dengan negara-negara nasional di Eropa, yang bertitik tolak kepada unsur kedaulatan (sovereignty) nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka yang menjadi sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah Undang-undang yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif . Selain itu juga diakui peraturan-peraturan yang dibuat pemegang kekuasaan eksekutif  berdasarkan wewenang yang telah ditetapkan oleh Undang-undang dan kebiasaan-kebiasaan  yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selama tidak bertentangan dengan Undang-undang . Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem hukum Eropa Kontinental penggolongan ada dua yaitu penggolongan ke dalam bidang : (a). Hukum publik; dan (b). Hukum privat .
            Dimana hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan wewenang pengusa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dengan negara . sedangkan hukum privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya .
2. Sistem Hukum Anglo Saxon
            Sistem hukum Anglo Saxon, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Anglo Amerika”, mulai berkembang di Inggris pada abad XI yang sering disebut sebagai sistem “Common Law” dan sistem “Unwritten Law” (tidak tertulis) . Walaupun disebut sebagai unwritten law tetapi tidak sepenuhnya benar, karena didalam sistem hukum ini dikenal pula adanya sumber-sumber hukum yang tertulis (statutes) . Sistem hukum Anglo Amerika ini dalam perkembangannya melandasi pula hukum positif di negara-negara Amerika Utara, seperti Kanada dan beberapa negar Asia yang termasuk negara-negara persemakmuran Inggris dan Australia, selain di Amerika Serikat sendiri .
            Sumber hukum dalam sistem hukum Anglo Amerika ialah putusan-putusan hakim atau pengadilan (judicial decisions) . Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah yang mengikat umum . Di samping putusan hakim, maka kebiasaan-kebiasaan dan peraturan-peraturan tertulis Undang-undang dan peraturan administrasi negara diakui, walaupun banyak landasan bagi terbentuknya kebiasaan dan peraturan tertulis itu berasal dari putusan-putusan didalam pengadilan . Sumber-sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan administrasi negara) tidak tersusun secara sistematik dalam hirarki tertentu seperti dalam sistem hukum Eropa Kontinental .
            Selain itu juga di dalam sistem hukum Anglo Amerika adanya peranan yang diberikan kepada seorang hakim berbeda dengan sistem hukum Eropa Kontinental . Hakim berfunsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan peranannya sangat besar yaitu membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat . Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk menentukan perkara yang sejenis . Dimana dalam sistem hukum Anglo Saxon putusan hakim yang diikuti hakim yang lain dalam perkara yang sejenis dan serupa tapi tidak persis sama seringkali disebut dengan “hukum yurisprundensi” .
            Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the doctrine of precendent/strate decisis”, yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada didalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (precedent) . Dalam hal tidak ada putusan hakim lain dari perkara atau putusan hakim yang telah ada sebelumnya kalau dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai keadilaan, kebenaran dan akal sehat (common sense) yang dimilikinya .
            Dalam perkembanganya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian “hukum publik” dan “hukum privat” . Pengertian yang diberikan kepada hokum publik hampir sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental . Sedangkan bagi hukum privat pengertian yang diberika oleh sistem hukum Anglo Saxon agak berbeda dengan pengertian yang diberika oleh sistem hukum Eropa Kontinental . Dimana kalau didalam sistem hukum Eropa Kontinental hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu, maka bagi sistem hukum Anglo Amerika pengertian hukum privat lebih ditunjukan kepada kaidah-kaidah hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of person), hukum perjanjian (law of contract), dan hukum tentang perbuatan melawan hukum (law of torts) yang tersebar didalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan .
3. Sistem Hukum Adat
          Sistem hukum adat terdapat dan berkembang di lingkunagn kehidupan sosial terutama di masyarakat Indonesia, Cina, India, Jepang, dan negara lain yang ada di belahan dunia Asia dan Afrika . Di Indonesia asal mula istilah hukum adat adalah dari istilah “Adatrecht” yang dikemukakan oleh Snouck Hurgronye . Sistem hukm adat umumnya bersumber dari peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang serta dipertahankan berdasarkan kesadaran hukum masyarakatnya . Sifat hukum adat adalah tradisonal dengan berpangkal pada kehendak nenek moyang . Tolak ukur keinginan yang akan dilakukan oleh manusia ialah kehendak suci dari nenek moyangnya . Hukum adat berubah-ubah karena pengaruh kejadian dan keadaan sosial yang silih berganti . Karena sifanya yang mudah berubah dan mudah menyesuaikan dengan perkembangan situasi sosial, hukum adat elastik sifatnya . Karena sumbernya tidak tertulis, hukum adat tidak kaku dan mudah menyesuaikan diri .
            Dengan begitu, sumber hukum adat bersumber kepada peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya . Dan hukum adat itu mempunyai tipe yang bersifat tradisional dengan berpangkal kepada penghormatan yang sangat besar bagi kehendak suci nenek moyang itu . Oleh sebab itu, perubahan dalam hukum adat sering kali tidak dapta diketahui bahkan kadang-kadang tanpa disadari masyarakat, karena terjadi pada situasi sosial tertentu didalam kehidupan sehari-hari . Keadaan ini berbeda dengan hukum yang peraturan-pearaturannya ditulis dan dikodifikasi dalam sebuah kitab Undang-undang atau peraturan perundangan lainnya yang sulit dapat diubah secara cepat untuk penyesuian dalam situasi sosial tertentu, karena dalam perubahannya masih diperlukan alat pengubah melalui perangkat alat-alat perlengkapan Negara yang berwenang untuk itu dibutuhkan peraturan perundangan yang baru .
            Berdasarkan sumber hukum dan tipe hukum adat itu, maka sistem hukum adat di Indonesia dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu :
a.       Hukum adat mengenai tata negara, yaitu tatanan yang mengatur susunan dan ketertiban dalam persekutuan-persekutuan hukum, serta susunan dan lingkungan kerja alat-alat perlengkapan, jabata-jabatan, dan penjabatnya .
b.      Hukum adat mengenai warga (hukum warga) terdiri dari :
1. Hukum pertalian sanak (kekerabatan)
2. Hukum tanah;
3. Hukum perutangan .
c.   Hukum adat mengenai delik (hukum pidana)
            Yang berperan melaksanakan system hokum adat ini ialah Pemangku Adat sebagi pemimpin yang sangat disegani, besar pengaruhnya dalam lingkingan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera masyarakat yang dipimpinnya . Pemangku Adat itu dianggap sebagai orang yang paling mampu menjalankan dan memelihara peraturan serta selalu ditaati oleh anggota masyarakatnya berdasarkan kepercayaan kepada nenek moyang .
4. Sistem Hukum Islam
          Sistem hukum Islam berasal dari Arab, kemudian berkembang ke negara-negara lain di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika secara individual atau kelompok, dimana perkembangan Islam di negara-negara kawasan Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika disebabkan oleh penyebaran agama Islam itu sendiri . Sedangkan untuk beberapa negara di Asia dan Afrika perkembanganya sesuai dengan pembentukan negara itu dalam melandaskan kehidupan kebangsaan dan kenegaraannya yang berasaskan ajaran Islam . Namun bagi negara Indonesia walaupun mayoritas warga negaranya beragama Islam, pengaruh agama itu tidak besar dalam bernegara, karena asas pembentukan negara bukanlah menganut ajaran Islam, melainkan Pancasila . Namun demikian, bukan berarti bahwa bangsa Indonesia dalam sistem hukumnya tidak terpengaruh oleh ajaran Islam, melainkan hukum Islam merupakan salah satu sumber dari hukum nasional Indonesia . Dimana sistem hukum Islam bersumber hukum kepada :
a.       Al-Quran, yaitu kitab suci dari kaum muslimin yang diwahyukan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan pelantaraan malaikat Jibril .
b.      As-Sunnah, ialah semua yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW baik perkataan, perbuatan, atau pengakuan terhadap suatu perbuatan yang dilakukan para sahabat (qauliyyah, fi’liyyah, ataupun tagririyyah) .
c.       Ijma, adalah kesepakatan para ulama besar terdahulu tentang suatu hal cara hidup yang ketentuannya belum dijelaskan secara rinci oleh Al-Quran dan As-Sunnah .
d.      Qiyas, adalah Analogi dalam mencari sebanyak mungkin persamaan antara dua atau lebih kejadian untuk ditarik kesimpulan yang memunculkan hukum yang baru .
            Ajaran agama Islam dengan sengaja diturunkan oleh Allah SWT dengan melalui malaikat jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan maksud menyusun ketertiban dan keamanan serta keselamatan umat manusia . Karena itu dasar-dasar hukumnya mengatur mengenai segi-segi pembangunan, politik, sosial ekonomi dan budaya disamping hukum-hukum pokok tentang kepercayaan dan kebaktian atau ibadat kepada Allah SWT . Karena itu Berdasarkan sumber-sumber hukumnya, sistem hukum Islam dalam ilmu fiqih (hukum fiqih) terdiri dari dua hukum pokok, yaitu :
1.      Hukum Rohaniah, lazim disebut “ibadah”, yaitu cara-cara menjalankan upacara tentang kebaktiaan terhadap Allah SWT, seperti sholat, puasa, zakat, dan haji .
2.      Hukum Duniawi, terdiri dari :
a.       Muamalat, yaitu tata tertib hukum dan peraturan mengenai hubungan antara manusia dalam bidang jual-beli, sewa-menyewa, perburuhan, hukum tanah, hukum perikatan, hak milik, hak kebendaan, dan hubungan ekonomi pada umumnya .
b.      Nikah, yaitu perkawinan dalam arti membentuk sebuah keluarga yang terdiri dari syarat-syarat dan rukun-rukunnya, hak dan kewajiban, dasar-dasar perkawinan monogami dan akibat-akibat hokum perkawinan .
c.       Jinayat, yaitu hukum pidana yang meliputi ancaman terhadap hokum Allah SWT dan perbuatan tindak pidana kejahatan .
A. Sebuah Contoh Tentang Pengaruh Agama Terhadap Hukum
           Adolf Schnitzer dalam karyanya Vergleichende Rechtslehre (1961), pada bagian yang menjelaskan tentang keluargan hukum yang ada diberbagai negara, yang disebutnya ada lima, yaitu :
Keluarga hukum daerah Roman, Germania, Slavia, Anglo-Amerika, dan negara-negara Afro-Asia . Beliau menambahkan adanya hukum agama yang sangat berpengaruh yakini hukum Yahudi, hukum Kristen, dan hukum Islam .
           Di Indonesia, terutama di lapangan hukum perdata khususnya perdata adat, tampak sekali besarnya pengaruh institusi Islam, termasuk hukumnya ke dalam hukum adat Indonesia . Malahan penelaah-penelaah Belanda pada zaman Hindia Belanda, sebelum C. Van Vollenhoven seperti L.W.C. Van den Berg mengangap bahwa hokum adat (Indonesia) sebenarnya adalah hukum Islam yang diterapkan dalam pergaulan hidup pedesaan, di daerah-daerah hukum adat . Sekalipun kemudian diketahui bahwa pada kenyataannya pandangan ini keliru, namun tidak dapat disangkal bahwa agama Islam besar pengaruhnya hukum perdata adat . Di bawah ini akan diuraikan hal tersebut ekedar sebagai contoh mengenai kenyataan ini . Mengenai pengaruh Islam terhadap hukum adat diperbincangkan oleh Prof.Mr.J.Prins, dalam karya tulisnya Adat en Islamitische Plichtenleer in Indonesia, Prins berusaha membuktikan bahwa hubungan diantara hukum Islam dan hukum adat didalam pergaulan masyarakat hukum dapat dilukiskan menurut tiga kemungkinan, yaitu :
a.    Hukum Islam membawa kaidah-kaidah hokum untuk kepentingan-kepentingan yang belum ternyata didalam hukum adat Indonesia; didalam hal ini hukum Islam menembah luasnya hukum adat .
b.   Satu lembaga hukum diatur didalam kedua sistem hukum itu sedimikian, sehingga kedua hukum itu, yang satu dengan yang lain saling menyesuaikan diri; kedua sistem hukum itu lalu hidup berdampingan secara harmonis .
c.    Terdapat bentrokan diantara kaidah-kaidah hukum Islam dengan kaidah-kaidah hukum adat, pada umumnya tak dapat dinyatakan lebih dulu, sistem hukum yang manakah akan menang didalam pertikaian .
Contoh-contoh ialah :
1)      (dari a) : waqf, yang menjadi wakaf Indonesia
2)      (dari b)  : Hukum perkawinan
3)      (dari c) : hukum pewarisan
            Berhubungan dengan pengaruh hukum Islam terhadap hukum adat Indonesia [ernah dipergunakan istilah “resepsi” (bah. Latin: reception) . Dengan resepsi itu dimaksudkan: pengaruh satu sistem hukum yang tertentu terhadap satu sistem hukum yang lain, sehingga satu sistem hukum yang laim itu telah diubah oleh penerimaan hukum yang berpengaruh itu .
            Di dalam “Pengantar Ilmu Hukum” karangan Prof. Djokosutono, dikemukakan bentuk-bentuk resepsi :
a.       Resepsi teoritis (hanya teori-teori hukum asing yang dipelajari oleh ahli-ahli hukum);
b.      Resepsi praktis (hasil pelajaran secara teoritis itu telah dipraktekkan oleh para ahli hukum);
c.       Resepsin dilapangan ilmua (ajaran sistem hukum asing itu telah dijadikan mata pelajaran di Universiteit dan sebagainya);
d.      Resepsi didalam hukum positif (penggal-penggal dari system hukum asing telah dijadikan hukum positif didalam negera yang menerimanya) .
Keempat macam resepsi itu dapat diketemukan di dalam kebenaran sosial di Indonesia pada masa sekarang; k arah mana resepsi itu akan berkembang tak dapat diperbincangkan . Telah menjadi masalah bagi ahli-ahli hukum Islam dengan cara bagaimana kita harus mengatasi perbedaan diantara Syariah (menurut kehendak fakih) dengan kebutuhan-kebutuhan didalam masyarakat modern .
Diantaranya, Prof. Mr.Dr. Hazirin mengupas hal itu didalam karangannya (pidatonya): “Hukum baru di Indonesia”, yakni khusus berhubungan dengan cita-cita untuk menyatukan hukum di Indonesia, beliau mengemukakan bahwa hukum Sayriah sebenarnya haruslah hanya berdasarkan Al-Quran dan Hadith saja, sebaliknya, Fikih yang telah dibekukan dari abad ketiha hijriah, sedapat-dapatnya haruslah dihidupkan kembali . Salah satu bagian menarik yang diketengahkannya adalah :
“Dengan demikian nyatalah bahwa hukum Qur’an itu memang “dapat” dijalankan disemua pojok dunia Islam dengan tidak perlu sekali-kali menjadikan tiap-tiap pojok itu seperti masyarakat Arab, asal saja orang Islam telah mampu kembali melepaskan dirinya dari belenggu taklid kepada ulama-ulama Arab dan masyarakat Arab seribu tahun yang lampau dan kembali kepaa pokok-pokoknya diperkembangan agam dan hukumnya yaitu Qur’an dan sunnanh, dan menyesuaikan masyarakatnya setiap zaman dengan pokok-pokok leluhur tersebut”.
Dengan kata lain: Dengan penuh keinsyafan bahwa Qur’an dan Sunnah (bagi ummat Islam) adalah hukum yang kekal dan abadi, maka Fikih harus dijadikan hukum positif didalam sistem hukum Syariah . Demikian cita-cita Hazairin, unyuk menyesuaikan hukum Islam kepada masyarakat yang dinamis dan modern, dimana hukum adat dipertahankan pula, yaitu sebagai hukum positif .
Pengaruh agama Masehi bagi orang-orang Kristen khusus terletak dilapangan perkawinan; walaupun didalam hukum adat Poligami diakui, oleh agama Masehi dilarang perkawinan di antara seorang lelaki dengan lebih daripada seorang perempuan pada satu waktu yang tertentu . Khusu untuk orang-orang Indonesia yang beragama Kristen ditetapkan Huwelijks ordonnantie Christen Indonesiers Java, Minahasa en Amboina , yaitu suatu ordonansi yang menyampingkan hukum adat Perkawinan dan memberikan perarutan-peraturan yang tegas terhadap perkawinan orang-orang Indonesia yang beragama Kristen



Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.
Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materiil, yakni segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perseorangan. Itu sebabnya, hukum perdata sering disebut sebagai hukum privat atau hukum sipil. Hukum perdata di Indonesia berasal dari Burgerlijk Wetboek Belanda, yang diberlakukan berdasarkan asas konkordansi.

Sesuai dengan karakternya, hukum perdata adalah private, sehingga mengikat para pihak terkait, karena ia mengatur kepentingan orang per orang. Manakala dilanggar, maka orang (pihak terkait yang dirugikan) tersebutlah yang mengajukan gugatan. Subjek hukum, berupa orang atau badan hukum, tunduk pada hukum perdata sepanjang ia merupakan pendukung hak dan kewajiban yang timbul dari hukum perdata tersebut. Bahkan Pasal 2 KUH Perdata sudah menganggap anak yang masih berada dalam kandungan sebagai subjek hukum yang punya kepentingan.

Lain halnya dengan hukum pidana yang unifikatif (bisa berlaku untuk semua warga negara tanpa ada pembedaan golongan), hukum perdata justru beraneka ragam. Prof. Subekti mengistilahkannya dengan ‘berbhinneka’. Mengapa, karena hukum perdata, dalam arti sempit KUH Perdata, tidak bersifat unifikatif berlaku bagi semua warga negara.

Belanda pernah memberlakukan Pasal 113 Indische Staatsregeling ("IS") yang membagi penduduk berdasarkan golongan, misalnya Eropa, China, Timur Asing, Bumiputera. Sekalipun ada prinsip penundukan (onderwerpen)terhadap hukum Eropa, perbedaan sistim hukum perdata terus muncul hingga kini.

Sebagai contoh, dalam hal perkawinan dan perceraian, maka Bab IV Buku I KUH Perdata tidak bisa dipakai untuk ‘menjerat’ karena  Indonesia sudah memiliki UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”). UU Perkawinan merupakan salah satu upaya unifikasi hukum perdata yang berlaku bagi seluruh warga negara Indonesia. Tapi, untuk penduduk yang beragama Islam, ketentuan yang mengatur perkawinan dan perceraian merujuk pada Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

Sebaliknya ketika kita bicara mengenai pengaturan waris, aturan mengenai waris dalam KUH Perdata tidak berlaku bagi orang Islam. Begitu pula ketika masuk ke ranah waris bagi masyarakat adat, hukum waris adat juga berlaku. Lebih jauh mengenai pembedaan hukum waris yang berlaku, simak artikel Bisakah Meminta Warisan Ketika Ibu Masih Hidup?

Upaya unifikasi hukum yang dilakukan secara parsial menyebabkan rumitnya keberlakuan hukum perdata tertentu bagi semua penduduk. Meskipun penggolongan penduduk seperti yang dibuat Belanda sudah tidak ada, namun hukum perdata belum berhasil diunifikasi agar bisa berlaku untuk semua warga negara.

Dalam hal hukum perjanjian, maka perjanjian itu otomatis mengikat dan bisa menjerat orang-orang yang membuat perjanjian itu. Rujukan (referensi) yang kami susun di bawah bisa Anda baca untuk memahami lebih lanjut perbedaan sistim hukum perdata yang diberlakukan.

Previous
Next Post »