PENDAHULUAN
Persaingan sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas hidup manusia.
Dunia yang kita kenal sekarang ini adalah hasil dari persaingan manusia dalam
berbagai aspek. Persaingan yang dilakukan secara terus-menerus untuk saling
mengungguli membawa manusia berhasil menciptakan hal-hal baru dalam kehidupan
yang berangsur-angsur menuju arah yang semakin maju dari sebelumnya. Untuk
terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi semua pihak, persaingan yang harus
dilakukan adalah persaingan yang sehat. Kegiatan ekonomi dan bisnis pun tidak
luput dari sebuah persaingan, mengingat kegiatan ini dilakukan banyak pihak
untuk menunjang kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, hukum yang mengatur
persaingan usaha dalam kegiatan ekonomi dan bisnis sangat diperlukan semua pihak
supaya tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan.
Seiring dengan Era Reformasi, telah terjadi perubahan yang mendasar dalam
bidang hukum ekonomi dan bisnis, yang ditandai antara lain dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang di banyak negara disebut Undang-Undang
Antimonopoli. Undang-undang seperti ini sudah sejak lama dinantikan oleh pelaku
usaha dalam rangka menciptakan iklim usaha yang sehat dan bebas dari praktik
kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 telah
diatur sejumlah larangan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha yang tidak
sehat lainnya, dengan harapan dapat memberikan jaminan kepastian hukum dan
perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha
dalam berusaha. Dengan adanya larangan ini, pelaku usaha atau sekelompok pelaku
usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat, serta tidak merugikan masyarakat
banyak dalam berusaha, sehingga pada gilirannya penguasaan pasar yang terjadi
timbul secara kompetitif. Di samping itu dalam rangka menyosong era perdagangan
bebas, kita juga dituntut untuk menyiapkan dan mengharmonisasikan rambu-rambu
hukum yang mengatur hubungan ekonomi dan bisnis antar bangsa. Dengan demikian
dunia internasional juga mempunyai andil dalam mewujudkan lahirnya
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum Persaingan Usaha
Hukum
persaingan usaha merupakan hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan
persaingan usaha. Menurut Arie Siswanto, hukum persaingan usaha (competition
law) adalah instrumen hukum yang menentukan tentang bagaimana persaingan
itu harus dilakukan. Menurut Hermansyah hukum persaingan usaha adalah
seperangkat aturan hukum yang mengatur mengenai segala aspek yang berkaitan
dengan persaingan usaha, yang mencakup hal-hal yang boleh dilakukan dan hal-hal
yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha. Sedangkan kebijakan persaingan (competition
policy) merupakan kebijakan yang berkaitan dengan masalah-masalah di bidang
persaingan usaha yang harus dipedomani oleh pelaku usaha dalam menjalankan
usahanya dan melindungi kepentingan konsumen. Tujuan kebijakan persaingan
adalah untuk menjamin terlaksananya pasar yang optimal, khususnya biaya produksi
terendah, harga dan tingkat keuntungan yang wajar, kemajuan teknologi, dan
pengembangan produk.
B.
Pentingnya
Hukum Persaingan Usaha
Sebuah persaingan membutuhkan adanya aturan main, karena
terkadang tidak selamanya mekanisme pasar dapat berkerja dengan baik (adanya
informasi yang asimetris dan monopoli). Dalam pasar, biasanya ada usaha-usaha dari pelaku usaha untuk menghindari
atau menghilangkan terjadinya persaingan di antara mereka. Berkurangnya atau hilangnya persaingan memungkinkan pelaku usaha memperoleh
laba yang jauh lebih besar. Di Indonesia, pengaturan persaingan usaha baru
terwujud pada tahun 1999 saat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disahkan. Kelahiran Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 tersebut ditunjang pula dengan tuntutan masyarakat akan
reformasi total dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk
penghapusan kegiatan monopoli di segala sektor. Adapun falsafah yang
melatarbelakangi kelahiran undang-undang tersebut ada tiga hal, yaitu:
1. Bahwa
pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan
rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. Bahwa demokrasi dalam bidang ekonomi menghendaki adanya kesempatan
yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam proses produksi
dan pemasaran barang dan/atau jasa, dalam iklim usaha yang sehat, efektif, dan
efisien, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan bekerjanya ekonomi
pasar yang wajar;
3. Bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada
dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan
adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada pelaku usaha tertentu, dengan tidak
terlepas dari kesepakatan yang telah dilaksanakan oleh Negara Republik
Indonesia terhadap perjanjian-perjanjian internasional.
Oleh karena itu, perlu disusun undang-undang tentang larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk menegakkan aturan hukum
dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap pelaku usaha di dalam upaya
untuk meneiptakan persaingan usaha yang sehat. Undang-undang ini memberikan
jaminan kepastian hukum untuk lebih mendorong percepatan pembangunan ekonomi
dalam upaya meningkatkan kesejahteraan umum, serta sebagai implementasi dari
semangat dan jiwa Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian kelahiran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dimaksudkan untuk memberikan jaminan kepastian
hukum dan perlindungan yang sama kepada setiap pelaku usaha dalam berusaha,
dengan cara mencegah timbulnya praktik-praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha yang tidak sehat lainnya dengan harapan dapat menciptakan iklim usaha
yang kondusif, di mana setiap pelaku usaha dapat bersaing secara wajar dan sehat.
Adapun beberapa tujuan diadakannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 antara
lain:
1.
Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu
upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2.
Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat.
3.
Mencegah
praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha.
4.
Berusaha
menciptakan efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
Dampak positif lain dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah
terciptanya pasar yang tidak terdistorsi, sehingga menciptakan peluang usaha
yang semakin besar bagi para pelaku usaha. Keadaan ini akan memaksa para pelaku
usaha untuk lebih inovatif dalam menciptakan dan memasarkan produk (barang dan
jasa) mereka. Jika hal ini tidak dilakukan, para konsumen akan beralih kepada
produk yang lebih baik dan kompetitif. Ini berarti bahwa, secara tidak langsung
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 akan memberikan keuntungan bagi konsumen dalam
bentuk produk yang lebih berkualitas, harga yang bersaing, dan pelayanan yang
lebih baik. Namun perlu diingat bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bukan
merupakan ancaman bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah berdiri sebelum
undang-undang ini diundangkan, selama perusahaan-perusahaan tersebut tidak
melakukan praktik-praktik yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
C.
Sistematika
dan Isi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Hal-hal yang
diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dapat dikelompokkan ke dalam 11
Bab dan dituangkan ke dalam 53 Pasal dan 26 Bagian, yang cakupan materi dan
sistematikanya sebagai berikut.
NO.
|
BAB
|
PERIHAL/ISI/TENTANG/MATERI
|
PASAL
|
JUMLAH
|
1
|
I
|
Ketentuan
dan Umum
|
1
|
1 pasal
|
2
|
II
|
Asas dan Tujuan
|
2 s.d. 3
|
2 pasal
|
3
|
III
|
Perjanjian
yang Dilarang
|
4 s.d. 16
|
13 pasal
|
4
|
IV
|
Kegiatan
yang Dilarang
|
17 s.d. 24
|
8 pasal
|
5
|
V
|
Posisi
Dominan
|
25 s.d. 29
|
5 pasal
|
6
|
VI
|
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha
|
30 s.d. 37
|
8 pasal
|
7
|
VII
|
Tata Cara
Penanganan Perkara
|
38 s.d. 46
|
9 pasal
|
8
|
VIII
|
Sanksi
|
47 s.d. 49
|
3 pasal
|
9
|
1X
|
Ketentuan
Lain
|
50 s.d. 51
|
2 pasal
|
10
|
X
|
Ketentuan
Peralihan
|
52
|
1 pasal
|
11
|
XI
|
Ketentuan
Penutup
|
53
|
1 pasal
|
Jumlah
|
53
|
53 pasal
|
Di samping itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 diperlengkapi pula dengan:
1.
Penjelasan Umum; dan
2.
Penjelasan Pasal Demi Pasal.
Dalam Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa
secara umum, materi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengandung 6 bagian
pengaturan yang terdiri atas:
1. Perjanjian
yang Dilarang;
2. Kegiatan
yang Dilarang;
3. Posisi
Dominan;
4. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha;
5. Penegakan
Hukum;
6. Ketentuan Lain-lain
D.
Perjanjian,
Kegiatan dan Posisi Dominan yang Dilarang Dalam Hukum Persaingan Usaha Di
Indonesia
1. Jenis-Jenis
Perjanjian yang Dilarang
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengartikan
"perjanjian" adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha
untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama
apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis. Adapun jenis-jenis
perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang Antimonopoli diatur dalam pasal 4
sampai dengan pasal 16 sebagai berikut:
a.
Oligopoli
(pasal 4);
b.
Penetapan
harga (pasal 5);
c.
Diskriminasi
harga dan diskon (pasal 6 sampai dengan pasal 8);
d.
Pembagian
wilayah (pasal 9);
e.
Pemboikotan
(pasal 10);
f.
Kartel
(pasal 11);
g.
Trust (pasal 12);
h.
Oligopsoni
(pasal 13);
i.
Integrasi
vertikal (pasal14);
j.
Perjanjian
tertutup (pasal 15); dan
k.
Perjanjian
dengan luar negeri (pasal 16).
2. Jenis-Jenis
Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan adalah suatu aktivitas yang
dilakukan oleh satu atau lebih pelaku usaha yang berkaitan dengan proses dalam
menjalankan kegiatan usahanya. Adapun jenis-jenis kegiatan yang dilarang
menurut Undang-Undang Antimonopoli adalah sebagai berikut:
a.
monopoli
(Pasal 17);
b.
monopsoni
(Pasal 18);
c.
penguasaan
pasar (Pasal 19);
d.
dumping
(Pasal 20);
e.
manipulasi
biaya produksi (Pasal 21); dan
f.
persekongkolan
(Pasal 22).
3. Posisi
Dominan
Pengertian posisi dominan dikemukakan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 yang menyatakan bahwa posisi dominan adalah keadaan di mana
pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan
dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan
atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan
barang atau jasa tertentu.
Lebih lanjut, dalam Pasal 25 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dinyatakan bahwa suatu pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha dianggap
memiliki "posisi dominan" apabila:
a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima
puluh persen) atau lebih pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu;
atau
b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75%
(tujuh puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 dapat diketahui bahwa
posisi dominan yang dilarang dalam dunia usaha karena dapat menimbulkan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dapat dibedakan menjadi 4 macam
yakni:
a. kegiatan
posisi dominan yang bersifat umum (Pasal 25);
b. jabatan
rangkap atau kepengurusan terafiliasi (Pasal 26);
c.
kepemilikan saham mayoritas atau terafiliasi (Pasal 27);
d. penggabungan, peleburan, dan pengambil-alihan perusahaan (Pasal 28
dan Pasal 29).
E.
Penegakan
Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Di
Indonesia, esensi keberadaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 pasti memerlukan
pengawasan dalam rangka implementasinya. Berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai
landasan kebijakan persaingan (competitive policy) diikuti dengan
berdirinya Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) guna memastikan dan
melakukan pengawasan terhadap dipatuhinya ketentuan dalam Undang-Undang
Antimonopoli tersebut.
KPPU adalah
sebuah lembaga yang bersifat independen, dimana dalam menangani, memutuskan
atau melakukan penyelidikan suatu perkara tidak dapat dipengaruhi oleh pihak
manapun, baik pemerintah maupun pihak lain yang memiliki conflict of
interest, walaupun dalam pelaksanaan wewenang dan tugasnya bertanggung
jawab kepada presiden. KPPU juga merupakan lembaga quasi judicial yang
mempunyai wewenang eksekutorial terkait kasus-kasus persaingan usaha.
a) Tugas KPPU
Tugas
Komisi Pengawas Persaingan Usaha telah diatur secara rinci dalam Pasal 35
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, yang kemudian diulangi dalam Pasal 4
Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999. Komisi Pengawas Persaingan Usaha
ditugaskan melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, seperti
perjanjian-perjanjian oligopoli, penerapan harga, pembagian wilayah,
pemboikotan, kartel, trust, oligopsoni, integrasi vertikal, perjanjian
tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri; melakukan penilaian terhadap
kegiataan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat, dan
melakukan penilaian terhadap ada atau tidaknya penyalahgunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat, yang disebabkan penguasaan pasar yang berlebihan, jabatan rangkap,
pemilikan saham dan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan badan usaha
atau saham.
Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999, di mana pelaku usaha atau sekelompok pelaku usaha telah
membuat perjanjian yang dilarang atau melakukan kegiatan yang terlarang atau
menyalahgunakan posisi dominan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha berwenang
menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif dengan memerintahkan
pembatalan atau penghentian perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan usaha
yang dilarang, serta penyalahgunaan posisi dominan yang dilakukan pelaku usaha
atau sekelompok pelaku usaha tersebut. Tugas lain dari Komisi Pengawas
Persaingan Usaha yang tidak kalah penting adalah memberikan saran dan
pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dan menyusun pedoman dan/atau
publikasi atau sosialisasi yang berkaitan dengan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat.
b) Wewenang
KPPU
Sesuai dengan
Pasal 36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, secara lengkap kewenangan yang dimiliki
Komisi Pengawas Persaingan Usaha meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. menerima laporan dari masyarakat
dan/atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat;
b. melakukan penelitian
tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat;
c. melakukan penyelidikan
dan/atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau
yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;
d. menyimpulkan hasil penyelidikan
dan/atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat;
e. memanggil pelaku usaha yang
diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
f. memanggil dan menghadirkan saksi,
saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap
ketentuan undang-undang ini;
g. meminta bantuan penyidik
untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang
sebagaimana dimaksud huruf e dan f pasal ini, yang tidak bersedia memenuhi
panggilan Komisi;
h. meminta keterangan dari instansi
pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap
pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
i. mendapatkan, meneliti
dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan
dan/atau pemeriksaan;
j. memutuskan dan menerapkan
ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
k. memberitahukan putusan
Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat;
1. menjatuhkan sanksi berupa
tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
undang-undang ini.
c)
Fungsi KPPU
Selain tugas dan wewenang yang telah diuraikan di
atas, KPPU juga memiliki fungsi sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Keputusan
Presiden Republik Indonesia No. 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas
Persaingan Usaha. Fungsi tersebut antara lain sebagai berikut:
1) Penilaian
terhadap perjanjian, kegiatan usaha, dan penyalahgunaan posisi dominan.
2)
Pengambilan
tindakan sebagai pelaksanaan kewenangan.
3)
Pelaksanaan
administratif.
F. Tata Cara Penanganan Perkara
Penegakan Hukum Persaingan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 lebih lanjut mengatur
tata cara penanganan perkara penegakan hukum persaingan usaha pada
Pasal 38 sampai dengan Pasal 46. Dalam menangani perkara penegakan hukum
persaingan usaha, Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukannya
secara proaktif atau dapat menerima pengaduan atau laporan dari
masyarakat. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa
Komisi Pengawas Persaingan Usaha dapat melakukan pemeriksaan terhadap
pelaku usaha apabila ada dugaan terjadi pelanggaran Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 ini walaupun tidak ada laporan, yang pemeriksaannya dilaksanakan
sesuai tata cara sebagaimana diatur dalam Pasal 39. Sebelumnya, dalam Pasal 38
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa setiap orang yang mengetahui
bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat melaporkannya secara tertulis kepada
Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang jelas tentang telah
terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor. Demikian pula
pihak yang dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran terhadap
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini dapat melaporkan secara tertulis kepada
Komisi Pengawas Persaingan Usaha dengan keterangan yang lengkap dan jelas
tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan
rnenyertakan identitas pelapor.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan
penyelidikan, pemeriksaan, dan/atau penelitian terhadap kasus dugaan praktik monopoli
dan/atau persaingan usaha bisa berasal dari laporan atau pengaduan pihak-pihak
yang dirugikan atau pelaku usaha; bahkan dari masyarakat atau setiap orang yang
rnengetahui bahwa telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Hal ini bisa disampaikan kepada Komisi
Pengawas Persaingan Usaha atau berasal dari prakarsa Komisi Pengawas Persaingan
Usaha. Sebagai jaminan atas diri pelapor, Pasal 38 ayat (2) UndangUndang Nomor
5 Tahun 1999 mewajibkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha untuk merahasiakan
identitas pelapor, terutama pelapor yang bukan pelaku usaha yang dirugikan.
Mengenai tata cara penanganan perkara atas dugaan
pelanggaran Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 terdiri dari 7 tahapan, antara lain:
1.
Penelitian
dan klarifikasi laporan, yang mencakup: penyampaian laporan, kegiatan
penelitian dan klarifikasi, hasil penelitian dan klarifikasi, dan jangka waktu
penelitian dan klarifikasi.
2.
Pemberkasan,
yang mencakup: pemberkasan, kegiatan pemberkasan, hasil pemberkasan, dan jangka
waktu pemberkasan.
3.
Gelar
laporan, yang mencakup: rapat gelar laporan, hasil gelar laporan, dan jangka
waktu gelar laporan.
4.
Pemeriksaaan
pendahuluan, yang mencakup: tim pemeriksa pendahuluan, kegiatan pemeriksaan
pendahuluan, hasil pemeriksaan pendahuluan, jangka waktu pemeriksaan
pendahuluan, dan perubahan perilaku.
5.
Pemeriksaan
lanjutan tim pemeriksa lanjutan, kegiatan pemeriksaan lanjutan, hasil
pemeriksaan lanjutan, dan jangka waktu pemeriksaan lanjutan.
6.
Sidang
majelis komisi, yang mencakup: majelis komisi, sidang majelis komisi, dan
putusan komisi.
7.
Pelaksanaan
putusan, yang mencakup: penyampaian petikan putusan, monitoring pelaksanaan
putusan.
ConversionConversion EmoticonEmoticon