makalah ushul fiqih tentang al-qur'an dan as-sunnah

BAB I PENDAHULUAN Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajaran-Nya. Jumhur ulama telah sepakat Al-Qur’an sebagai sumber hukum yang pertama, dan as-Sunnah merupakan sumber hukum yang kedua dalam Islam. Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. sedangkan as-Sunnah merupakan semua perbuatan,perkataan, ataupun ketetapan Nabi Muhammad saw. Al-Qur’an mempunyai kedudukan, dan fungsi yang sangat penting bagi umat Islam itu sendiri. Begitu juga dengan As-Sunnah. Sebagai sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an, As-Sunnah juga memiliki kedudukan dan fungsi yang sangat penting bagi umat Islam. Oleh karena itu pada makalah ini akan dibahas mengenai keduanya. Sedangkan hubungannya dengan ushul fiqih sangat erat dalam menentukan dasar untuk menentukan hukum Islam. Maka apabila terjadi suatu peristiwa atau permasalahan, sumber hukum yang pertama kali digunakan adalah Al-Qur’an. Jika hukum yang berkenanaan dengan peristiwa tersebut terdapat dalam Al-Qur’an, maka hukum itu harus dilaksanakan. Namun jika hukumnya tidak ditemukan di dalamnya, maka mencari hukumnya dalam as-Sunah, jika ditemukan dalam Sunah, maka hukum tersebut harus dilaksanakan. Keberadaan dalil dan sumber hukum islam merupakan sesuatu yang sangat penting. Sebab ia menyediakan bahan baku sekaligus dapur tempat memasak hukum islam . semua produk hukum islam yang dihasilkn pasti menggunakan bahan baku dan dimasak melalui dapur tersebut. Tidak ada satu produk hukum pun yang tidak menggunakan produk tersebut. Demikian juga tidak satupun produk hukum islam yang tidak dimasak melalui dapur tersebut, yang menyediakan bahan baku adalah Al-Qur’an dn as-sunnah, dapur tempat memasaknya adalah dalil-dali lain yang digunakan untuk menggali hukum islam. Berikut akan dijelaskan Al-Qur’an dan as-sunnahsebagai sumber dan dalil hukum islam. BAB II PEMBAHASAN A. Al-Qur’an sumber hukum islam pertama 1. Pengertian Al-Qur’an Secara etimologis Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kara qara’a (قرأ) sewazan dengan kata fu’laan (فعلان ), artinya; bacaan, berbicara tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata قرأن berarti مقروء, yaitu isim maf’ul (objek) dari قرأ. Selain itu kata qara’a juga berarti menghimpun atau mengumpulkan. Menurut istilah, Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam melalui perantara malaikat jibril, diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran adalah Kalamulllah yang diturunkan pada rasulullah dengan bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surah, 6.326 ayat dan 324.345 huruf. Hal ini berdasarkan Al-Qur’an terjemahan departemen agama. Menurut turunnya surah dapat dibagi dua bagian, yaitu: - Surah yang diturunkan di mekkah disebut surah makiyah, pada umunya berisi soal-soal kepercayaan, misalnya ketuhanan, hubungan manusia dengan Tuhan. - Surah yag turun di madinah disebut surah madaniyah, pada umumnya berisi soal-soal mengatur hubungan sesama manusia yang berisi hukum-hukum dan syariat-syariat, akhlak, dan lai-lain. Hubngan manusia dengan makhluk hidup yan lainnya. Al-Qur’an merupakan petunjuk dan sumber hukum bagi kehidupan manusia. Menurut moenawar chalil, Al-Qur’an adalah landasanamaliah manusiayang paling semurna dengan penjelasan yang sempurna dari rasulullah SAW. Yang tidak pernah menjelaskannya dengan hawa nafsu, kecuali atas dasar wahyu Allah SWT. Semua ulama sepakat bahwa Al-Qur’an merupakan sumber ajaran islam sekaligus sumber hukum islam yang pertama dan yang paling utama. Landasan dan dalil bahwa Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam yang pertama dalam islam adalah sebagai berikut. a. Surat al-isra ayat 9: إِنَّ هذَا الْقُرْآنَ يَهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا Artinya: “sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada(jalan) yang lebih lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang mukminyang mengerjakan amal shaleh bahwa bagi mereka adalah pahala yang besar.“ (Q.S. Al-Isra’:9) Ayat tersebut menegaskan bahwa Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Menurut ulama ushul fiqh, ayat itu dapat dimaknai bahwa Al-Qur’an menjadi patokan atau kaidah dan tatanan hukum untuk manusia agar menjalakan kehidupan dengan baik dan benar menurut peraturan atau hukum-hukum Allah SWT. Al-Qur’an adalah karya mukjizati dari Allah SWT. Karena tak ada satu ayat pun yang saling bertolak belakang. Setiap ayat memiliki makna dan maksud tersendiri. kata demi kata dalam Al-Qur’an memiliki makna yang tersirat dan tersurat, tekstual dan kontekstual, sehingga bukan Al-Qur’an yang kewalahan, melainkan cara berpikir dan paradigma pemahaman manusia yang kewalahan apabila tidak dikembangkan. Dengan demikian, sumber hukum islam adalah wahyu alqur’an yang disampaikan kepada nabi muhammad SAW. Tanpa sedikitpun campur tangan beliau, apalagi orang-orang selain beliau, meskipun mereka adalah sahabat-sahabatnya yang bertemu dan bergaul setiap hari dengan beliau. Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an. 2. Keistimewaan Al-Qur’an Sebagai kitab suci terakhir, Al-Qur’an memiliki keistimewaan dibanding kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelumnya. Diantara keistimewaan Al-Qur’an adalah: a. Al-qu’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi muhammad SAW. Karena itu, kitab-kitab Allah yang diturunkankepada nabi-nabi sebelumnya tidak disebut Al-Qur’an dan tidak memiliki keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an. b. Al-Qur’an, baik lafaz, maupun maknanya diturunkan Allah dalam bahasa arab. Hal ini membedakan Al-Qur’an dengan sunnah nabi, yang redaksinya disusun sendiri oleh nabi, walupun maknanya dari Allah. Demikian juga tafsir dan terjemah Al-Qur’an, tidak dapat disebut Al-Qur’an. c. Seluruh isi Al-Qur’an disampaikan kepada kita secara mutawatir. Artinya dari generasi ke generasi berikutnya, sampai kepada kita. Penyampaian atau transmisi Al-Qur’an dilakukan oleh banyak orang, yang karena jumlahnya yang banyak itu tidak memungkinkan mereka akan sepakat dalam kebohongan. d. Ayat-ayat alqur’an seluruhnya terjaga dari segala bentuk penambaha dan penngurangan. Hal ini sesuai janji allah yang akan memelihara Al-Qur’an itu sendiri. e. Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat yang dapat melemahkan siapa saja yang menantangnya. 3. Hukum-hukum yang dikandung Al-Qur’an Secara garis besar hukum-hukum yang dikandung Al-Qur’an dapat kelompokkan menjadi tiga bidang, yaitu aqidah, akhlak, dan hukum-hukum amaliah. Aqidah mengkaji masalah-masalah yang berkaitan dengan keimanan, masalah ini dibahas secara khusus dalam ilmu tauhid atau ilmu kalam. Akhlak membahas tentang cara-cara membersihkan jiwa dari segala kotoran dosa, dan menghiasinya dengan kemuliaan, secara khusus dibahas didalam ilmu akhlak dan tasawuf. Hukum-hukum amaliyah membahas tentang hubungan manusia dengan yang lainnya. Hukum-hukum ini dibahas dalam ilmu fiqih. Secara garis besar, hukum-hukum amaliah dibagi menjadi dua, yaitu ibadah dan muamalah. Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang secara langsung menetapkan kedudukan hukum perbuatan tertentu, misalnya wajib melaksanakan shalat, zakat, puasa, ibadah haji, dan menjalankan hukum dengan hukum yang diturunkan Allah. Sebagai contoh adalah ayat yang menjelaskan tentang kewajiban puasa, yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 183: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ Artinya: hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S Al-Baqarah: 183) Masih banyak ayat Al-Qur’an yang menegaskan bahwa al-qur’an sebagai sumber hukum islam pertama, misalnya ayat-ayat yang berkaitan degan keharaman berbagai jenis makanan dan minuman, yakni bangkai, darah, daging babi dan arak. Demikian pula, larangan melakukan kejahatan, seperti pencurian, perampokan, perzinahan, dan pembunuhan. Didalam Al-Qur’an penjelasan yang digunakan ada yang secara global yaitu, yang menyebutkan ketentuan hukum secara garis besarnya saja, sedang penjelasan lebih rinci diberikan oleh sunnah. sebagian besar hukum-hukum didalam Al-Qur’an dijelaskan secara global, hal ini mengandung hikmah agar ayat-ayat tersebut mampu menampung dan menjangkau kasus-kasus baru yang berkembang menyertai kemajuan yang dicapai umat manusia. Dan ada juga yang dijelaskan secara rinci. Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk hidup manusia, bahkan falsafah kehidupan yang menjaga keselamatan manusia dalam melakukan perjalanan panjang didunia demi mencari bekal hidup untuk akhirat yang abadi. Hal itu berarti Al-Qur’an adalah petunjuk utuk semua aktivitas manusia, baik dalam masalah ritual maupun masalah sosial yang kompleks. Dalam bahasa lainnya, Al-Qur’an adalah sumber dari segala sumber hukum islam. B. As-sunnah sumber hukum islam kedua 1. Pengertian as-sunnah As-Sunnah(al-hadis), menurut bahasa ialah jalan, peraturan , sikap dalam bertindak dan bentuk kehidupan. Maka sunnah dalam pengertian ini sangat umum karena termasuk segala yang baik dan yang buruk, namun yang dimaksud oleh ahli ushul, sunnah hanya terbatas yang baik saja yang tidak termasuk sikap atau contoh yang buruk. Sebagai kebalikan dari bid’ah. Sunnah merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an,diantara ayat Al-Qur’an yang mendasarkan bahwa as-sunnah sebagai sumber hukum islam, antara lain: a. Surat An-Nisa ayat 59: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS:An-Nisa : 59). b. Surat an-nur ayat 54 قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا ۚ وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِي Artinya:“Katakanlah: “Ta’at kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan amanat dengan tenang”.(Q.S:An-Nur:54). Umat islam sejak masa Nabi hingga sekarang telah sepakat tentang wajibnya mengikuti hukum-hukum yang dikandung sunnah. Dan merujuk sunnah dalam menemukan hukum. Menurut logika, Nabi Muhammad adalah Rasul Allah. Ini berarti kedudukan ia adalah sebagai penyampai wahyu Allah. Apa yang disampaikannya kepada umat, pada hakekatnya merupakan wahyu Allah, konsekuensi dari keimananan kita kepada kerasulan Muhammad adalah mentaatinya dan mengikuti hukum-hukum yang dibawanya. Sebab keimanan tanpa disertai dengan mengikuti ajarannya tidaklah ada artinya. Demikian juga, tidaklah mungkin terjadi ketaatan kpada Allah SWT, jika pada saat yang bersamaan mengingkari ajaran rasulnya. 2. Macam-macam sunnah a. Dari segi bentuknya Dari segi bentuknya sunnah dibagi menjadi tiga, yaitu sunnah Qauliyah, sunnah fi’liyah, dan sunnah taqririyah. 1) Sunnah Qauliyah, yaitu segala yang disandarkan kepada Nabi SAW yang berupa perkataan atau ucapan yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan, baik yang berkaitan dengan aqidah, syariah, akhlak, maupun yang lainnya. 2) Sunnah Fi’liyah, yaitu segala perbuatan yang dilakukan oleh Nabi dilihat dan dituturkan oleh sahabat. Misalnya tata cara wudhu, tata cara shalat, tata cara haji, dan lai-lain. 3) Sunnah Taqririyah, yaitu diamnya Nabi terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan sahabat dihadapan beliau atau dibelakang beliau tetapi Nabi mengetahuinya, diamnya Nabi tersebut menunjukkan bahwa pebuatan tersebut diperbolehkan. Nabi SAW membiarkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabat, setelah memenuhi beberapa syarat baik mengenai pelakunya maupun perbuatannya. Nabi SAW tidak akan mendiamkan kemungkaran. Sekiranya apa yang dilakukan, dikatakan dan diketahui Nabi SAW suatu tindak kemungkaran, beliau pasti melarangya b. Dari segi periwayatannya Dari segi periwayatannya, sunnah terbagi menjadi dua macam, yaitu sunnah mutawatir dan sunnah ahad. 1) Sunnah Mutawatir adalah berita sunnah yang bersifat indrawi(didengar atau dilihat) yang diriwayatkan oleh bnyak orang yang mencapai maksimal diseluruh tingkatan sanad, dan mustahil jumlah yang maksimal itu berpijak untuk kebohongan. Berdasarkan definisi diatas ada 4 kriteria sunnah Mutawatir, yaitu sebagai berikut. a) Diriwayatkan oleh sejumlah orang banyak. b) Adanya keseimbangan antar perawi pada thabaqat(tingkatan) pertama dengan berikutnya. c) Mustahil bersepakat bohong. d) Sandaran berita itu pada pancaindra 2) Sunnah Ahad, yaitu, Sunnah ahad berarti sunnah yang diriwayatkan oleh seorang perawi. Ahad dengan dipanjangkan bacaan a-had mempunyai makna satuan. Nilai angka satuan tidak harus satu, tetapi dari satu hingga sembilan. Menurut istilah, sunnah ahad adalah, Sunnah yang tidak memenuhi beberapa persyaratan sunnah mutawatir. Perawi sunnah Ahad tidak mencapai jumlah banyak yang meyakinkan bahwa mereka tidak mungkin bersepakat bohong sebagaimana dalam sunnah mutawatir, ia hanya diriwayatkan satu,dua,tiga,empat, dan atau lima yang tidak mencapai mutawatir. Sunnah Ahad memberi faedah ilmu Nazhari, artinya ilmu yang diperlukan penelitian dan pemeriksaan terlebih dahulu, apakah jumlah perawi yang sedikit itu memiliki sifat-sifat dan kredibilitas yang dapat dipetanggungjawabkan atau tidak. Menurut jumhur ulama, sunnah ahad wajib diamalkan jika memenuhi seperangkat persyaratan maqbul. Semua ulama menerima sunnah ahad dan mengamalkannya, tidak ada yang menolak diantara mereka, kecuali jika pada sunnah tersebut terdapat kecacatan. 3. Fungsi As-sunnah Sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al-Qur’an, As-sunnah memiliki fungsi penting dalam hukum islam. Secara umum, fungsi sunnah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi bayan (penjelas apa yang terdapat didal Al-Qur’an), dan fungsi insya’ atau tasyri ( menetapkan hukum sendiri dalam kasus dimana Al-Qur’an belum menyebutkan sama sekali). Kedua fungsi tersebut dapat dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut: a. Bayan ta’kid Bayan ta’kid, yaitu fungsi sunnah terhadap alqur’an yang berfungsi menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang sudah disebutkan didalam Al-Qur’an, seperti sunnha yang melarang durhaka kepada orang tua, larangan membuat kesaksian palsu, dan larangan membunuh. b. Bayan tafsir Bayan tafsir yaitu fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an yang berfungsi menjelskan makna lafaz yang maknanya masih samar didalam Al-Qur’an, seperti sunnah Nabi yang menjelaskan tata cara shalat, yang didalam Al-Qur’an disebutkan secara samar. ketika ada perintah shalat, para sahabat bertanya-tanya tentang apa dan bagaimana shalat itu dilakukan, lalu Nabi menjelaskan lewat ucapan dan perbuatannya. c. Bayan tafsil Bayan tafsil yaitu fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an yang berfungsi memerinci hukum-hukum yang didalam Al-Qur’an disebutkan secara mujmal atau secara global. Seperti sunnah yang memerinci waktu-waktu shalat wajib, kadar zakat, tatacara ibadah haji dan lain-lain. d. Bayan taqyid dan takhsis Bayan takyid dan takhsis, yaitu fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an yang berfungsi untuk mengkhususkan hukum-hukum yang ada didalam Al-Qur’an yang disebutkan secara umum. e. Tasyri’ atau insya’ Bayan tafsir yaitu fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an yang berfungsi, menetapkan hukum sendiri dimana suatu kasus tidak dijelaskan didam al’qur’an. Ahlu sunnah berpendapat, Al-Qur’an dan As-sunnah keduanya bersumber dari wahyu. Al-Qur’an merupakan wahyu dari segi bahasa dan maknanya, dan sunnah merupakan wahyu dari segi maknanya, sedangkan susunan bahasanya dari Rasulullah SAW sendiri. Demikian yang diterangkan oleh syekh jalaludin sayutidalam kitabnya yang bernama “itqan fi ulumil qur’an”. Semua yang menjadi sunnah adalah personifikasi perilaku rasulullah SAW, yang telah terjaga dan terpelihara dari berbagai kesalahan. Karena itulah, semua penjelasan Rasulullah SAW, terhadap Al-Qur’an meupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an . dengan kata lain, as-sunnah merupakan sumber hukum kedua yang dijamin kesempurnaannya. Jika terdapat pertentangan dalam berbagai masalahhendaknya semua itu kembali pada ajaran utama dalm islam yakni Al-Qur’an dan as-sunnah. Pemahaman tentang as-sunnah, sebagaimana telah diuraikan diatas, pada prinsipnya akan berkaitan dengan wahyu Al-Qur’an yang kemudian dijelaskan oleh rasulullah SAW. Al-Qur’an dan As-sunnah diformulasikan dalam berbagai praktek keberagaman umat islam hingga sekarang ini, tetapi bentuk tingkah lakunya telah diformat melalui paradigma yang berbeda-beda, baik dikalangan ulama fiqh maupun ulama ushul. Para ahli ushul melakukan proses penggalian hukum islam dengan memahami makna Al-Qur’an dan as-sunnah, serta diungkap maksud-maksud syar’inya dengan berbagai kaidah ushul fiqh yang dipandang telah baku. Berkaitan dengan kedudukan as-sunnah sebagai sumber hukum, jika dilihat dari wujud ajaran islam itu sendiri. Rasulullah SAW merupakan tokoh sentral yang sangat dibutuhkan, bukan sekedar untuk membawa risalah illahiyah dan menyampaikan ajaran islam yang ada didalamnya, tetapi lebih dari itu, beliau dibutuhkan sebagai tokoh satu-satunya yang dipercaya oleh Allah SWT untuk menjelaskan, merinci, atau memberi contoh pelaksanaan ajaran yang disampaikan melalui Al-Qur’an. Oleh karena itulah, kebenaran tentang perilaku rasulullah SAW, Merupakan syari’at berikut sebagai dalil dan sumber hukum yang kedudukannya sebagai wahyu setelah Al-Qur’an, yang kemudian disebut dengan As-sunnah atau Al-Hadis. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sumber hukum Islam yang paling utama dan disepakati oleh mayoritas ulama’ yaitu al-Quran dan as-Sunnah. Al Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur melalui Malaikat Jibril sebagai mukjizat dan petunjuk bagi umat manusia. Fungsi al Qur’an adalah sebagai bukti kebenaran Nabi Muhammad saw. dan bukti bahwa semua ayatnya benar-benar dari Allah swt. Kedua fungsi tersebut paling tidak ada dua aspek dalam al Qur’an itu sendiri, yaitu isi dan kandungannya yang sangat lengkap san sempurna, keindahan bahasanya dan ketelitian redaksinya, kebenaran berita-berita gaibnya, dan isyarat-isyarat ilmiahnya. Begitu juga dengan as-sunnah dalam ilmu ushul fiqh adalah segala sesuatu yang diriwayatkan Nabi Muhammad saw. baik berupa segala perkataan, perbuatan, dan pengakuan yang patut dijadikan dalil hukum syara’. Fungsi hadits secara umum, sebagai sumber hukum islam yang kedua setelah al Qur’an adalah menguraikan segala sesuatu yang disampaikan dalam al Qur’an yang masih global, singkat, dan samar. B. Saran Dengan disusunnya makalah ushul fiqh, yang membahas tentang “Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dalil” ini, penulis mengharapkan pembaca dapat mengetahui kajian ushul fiqh.Untuk mengetahui lebih jauh, lebih banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan ushul fiqh pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai pengarang, karena penulis hanya membahas garis besar saja .Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan. DAFTAR PUSTAKA 1. Karim, syafi’i. 1997. Fiqih ushul fiqih. Bandung. Pustaka setia 2. Khon, abdul majid. 2007. Ulumul hadis. Jakarta. Amzah. 3. Saebani, beni ahmad. 2008. Ilmu ushul fiqh. Bandung. Pustaka setia 4. Suwarjin. 2012. Ushul fiqh. Yokyakarta. Teras
Previous
Next Post »