MAKALAH ULUMUL QUR'AN tentang asbabun nuzul

BAB I
PENDAHULUAN
            Seruan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah sejak lama telah berkumandang di indonesia. Al-Qur’an memang sumber pertama dan utama bagi ajaran islam. Al-Qur’an adalah pedoman hidup bagi umat baik menyangkut kehidupan dunia maupun akhirat.
            Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab, karena itu, ada anggapan bahwa setiap orang yang mengerti bahasa arab, mengerti isi Al-Qur’an. Lebih dari itu, ada orang yang merasa telah dapat memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dengan bantuan terjemahannya sekalipun ia tidak mengerti bahasa arab. Anggapan seperti ini sebenarnya keliru, sebab banyak orang yang mengerti bahasa arab tapi tidak mengerti isi Al-Qur’an.
            Kekeliruan dalam penafsiran ayat-ayat Al-qur’an tentunya tidak akan terjadi bila orang yang memahaminya mengetahui tentang asbab al-nuzul.
             Nah, di dalam bab ini akan memaparkan pengertian Sabab Al-Nuzul, pembagian dan macam-macamnya, ungkapan-ungkapan Sabab Al-Nuzul, kepentingan dan kegunaan mempelajarinya, dan persoalan keumuman lafal dan kekhususan sebab.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian asbab al-nuzul
Sabab Al-Nuzul secara bahasa berarti sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW secara berangsur-angsur dalam masa lebih kurang 23 tahun. Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak, dan pergaulan manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Karena itu, dapat dikatakan bahwa terjadinya penyimpangan dan rusakan dalam tata sila kehidupan manusia merupakan sebab turunnya Al-Qur’an. Ini adalah sebab umum bagi turunnya Al-Qur’an. Hal ini tidak termasuk dalam pembahasan yang hendak dibicarakan. Sabab Al-Nuzul atau asbab al-nuzul(sebab-sebab turunnya ayat) disini dimaksudkan sebab-sebab yang secara khusus berkaitan dengan turunya ayat-ayat tertentu. Shubhi al-salih memberikan definisi Sabab Al-Nuzul sebagai berikut:


“sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandungsebab itu, atau memberi jawaban terhada sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut”.
Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab turun suatu ayat adakalanya berbentuk peristiwa dan adakalanya bebentuk pertanyaan. Suatu ayat atau beberapa ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban terhadap pertanyaan tertentu.
Sebab-sebab turunya ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam,yaitu:
1.      Peristiwa berupa pertengkaran.
2.      Peristiwa berupa kesalahan yang serius.
3.      Peristiwa berupa cita-cita dan keinginan.
Adapun sebab-sebab turun ayat dalam bentuk pertanyaan dapat dikelompokkan kepada tiga macam:
1.      Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang telah lalu, seperti ayat:

“mereka bertanya kepadamu tentang zul karnain”
2.      Petanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu, seperti ayat:




“ Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah bahwa ruh itu urusan Tuhanku, dan kamu tidak diberi ilmu ,kecuali imu yang sedikit”
3.      Pertanyaan yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti ayat:


“ mereka bertanya kepadamu tentng kiamat, “bila terjadinya?”
Kata-kata                                berarti kondisi dimana Al-Qur’an diturunkan untuk menceritakan sebab tersebut. Sama saja halnya ayat itu turun mengiringi sebab itu langsung atau turun terkemudian  sedikit dari sebab tersebut karena ada hikmah tertentu. [1]


Kemudian, kata                                   dalam definisi diatas merupakan pembatasan yang harus ada untuk membedakannya dari ayat-ayat yang turun tanpa sebab. Sekalipun ayat-ayat itu berbicara tentang peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan yang terjadi dimasa lalu atau yang akan datang. Seperti sebagian kisah para nabi dan bangsa-bangsa terdahulu dan pembicaraan tentang hari kiamat itu bukan sebab turunnya ayat-ayat tersebut. Sebab, ayat-ayat tersebut diturunkan untuk menjadi pelajaran dan cermin pebandingan bagi umat yang membaca atau mendengarnya, dan bukan diturunkan sehubungan dengan peristiwa itu berlangsung atau pertanyaan yang sedang dihadapi      Rasul SAW.
Definisi Sabab Al-Nuzul yang di kemukakan diatas membawa kepada pembagian ayat-ayat Al-Qur’an kepada dua kelompok. Pertama kelompok yang turun tanpa sebab , dan kedua kelompok yang turun dengan sebab tertentu. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa tidak semua ayat harus mempunyai sebab turunnya. Bahkan banyak ayat yang menyangkut keimanan, kewajiban,dan syariat agama turun tanpa Sabab Al-Nuzul.
 Ayat-ayat Al-Qur’an tidak selamanya turun ketika nabi berada dalam mesjid dan diwaktu siang hari. Al-Qur’an bisa turun ketika Nabi berada dimadinah, di Makkah, Arafah, dalam perjalanan ,diwaktu siang maupun malam hari. Tentunya para sahabat tidak mungkin mengikuti Nabi setiap waktu,karena mereka juga memiliki kesibukan lain, baik dalam penyiaran dakwah dan jihad maupun dalam memenuhi kepentingan mereka dan keluarganya sendiri.
Memang dimaklumi bahwa para sahabat mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti perjalanan turunnya Wahyu. Intensitas keimanan yang tinggi dan kecintaan kepada Nabi telah mendorong mereka untuk memberikan perhatian maksimal kepada apa yang dibawa Nabi,

 sehingga mereka bukan saja berupaya menghapal ayat-ayat Al-Qur’an dan hal-hal yang berhubungan dengan nya ,tetapi mereka juga melestarikan sunnah Nabi, karena itu, segala apa yang diketahui tentang sebab-sebab turunnya Al-Qur’an diperoleh melalui mereka. Berdasarkan keimanan, ketakwaan mereka keterangan mereka sebagai sahabat tentang asbab al-nuzul diterima. Para  ulama salaf sangat behati-hati dalam menerima dan meriwayatkan asbab al-nuzul, akan tetapi  kehati-hatian semacam ini tidak sampai menghalangi mereka untuk menerima riwayat sahabat dalam Sabab Al-Nuzul.
Sejalan dengan itu Al-hakim menjelaskan dalam ilmu hadits, bahwa apabila seorang sahabat yang menyaksikan masa wahyu dan Al-Qur’an diturunkan, meriwayatkan tentang suatu ayat Al-Qur’an bahwa ayat tersebut turun tentang suatu(kejadian), maka hadits itu dipandang hadits musnad .
Berdasarkan keterangan diatas, maka Sabab Al-Nuzul yang diriwayatkan dari seorang sahabat diterima sekalipun tidak diperkuat dan didukung oleh riwayat yang lain.
Dengan demikian para ulama menetapkan bahwa tidak ada jalan yang untuk mengetahui asbab al-nuzul, kecuali melalui suatu riwayat yang sahih. Mereka tidak dapat menerima hasil nalar dan ijtihad dalam masalah ini. Namun, tampaknya pandangan mereka ini tidak selamanya berlaku secara mutlak. Jika ditinjau secara lebih kritis, masih ditemukan celah sebagai jalan masuk ijtihad dalam masalah ini,meskipun dalam porsi yang terbatas. Asbab al-nuzul dari suatu ayat tidak selamanya datang dari satu riwayat. Tidak jarang riwayat-riwayat asbab al-nuzul bagi ayat tertentu berbeda-beda, yang terkadang memerlukan tarjih(mengambil riwayat yang lebih kuat). Untuk melakukan tarjih inilah diperlukan analis dan ijtihad. [2]


B.     Pembagian dan macam-macam Sabab Al-Nuzul
Sabab Al-Nuzul bisa ditinjau dari berbagai aspek.
1.      Ditinjau dari aspek bentuknya, Sabab Al-Nuzul dapat dibagi kepada dua bentuk, seperti yang telah diterangkan pada awal bab ini. Yang pertama berbentuk peristiwa, dan yang kedua berbentuk pertanyaan.
2.      Ditinjau dari segi jumlah sebab ayat yang turun.
a.      Ta’adud al-asbab wa al nazil wahid(sebab turunnya lebih dari satu dan inti persoalan yang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun satu).
b.      Ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid(inti persoalanyang terkandung dalam ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu,sedang sebab turunnya satu).
       Jika ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat dan masing-masing meyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang disebutkan lawannya, maka kedua riwayat ini diteliti dan dianalisis.
Dalam hal tersebut Permasalahannya ada empat bentuk:
1.      Salah satu dari keduanya sahih dan lainnya tidak.  Diselsaikan dengan jalan memegang riwayat yang sahih dan menolak yang tidak sahih.
2.      Keduanya sahih, akan tetapi salah satunya mempunyai penguat(murajjih) dan lainnya tidak. Diselesaikan dengan cara mengambil yang kuat. Penguat itu ada kalanya salah satunya lebih sahih dari yang lainnya atau periwayat salah satunya menyaksikan peristiwa itu secara langsung sedangkan yang lainnya tidak demikian.
3.      Keduanya sahih dan keduanya sama-sama tidak mempunyai penguat , akan tetapi keduanya dapat diambil sekaligus.kedua sebab itu benar terjadi dan ayat turun mengiringi peristiwa tersebut karena masa keduanya berhampiran. Penyelesaiannya adalah dengan menganggap terjadinya beberapa sebab bagi turunnya ayat tersebut.
4.      Keduanya sahih , tidak mempunyai penguat ,dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus karena waktu peristiwanya jauh berbeda. Penyelesaiannya masalah ini adalah dengan menganggap berulang-ulangnya ayat itu turun sebagai asbab al-nuzulnya.
       Inilah empat bentuk permasalahan dan pemecahannya ketika terjadi ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid, yaitu riwayat tentang sebab turun ayat lebih dari satu  riwayat sedang ayat yang turun satu atau beberapa ayat yang turun serempak. Adapun jika sebaliknya, yaitu ta’addud al nazil wa al-sabab wahid (ayat yang turun bebeda dan sebab nya tunggal atau sama) , maka hal yang demikian tidak menjadi masalah. Hal demikian tidak bertentangan dengan hikmah untuk meyakinkan manusia dan menjelaskan kebenaran. Bahkan cara yang demikian lebih efektif.
C.    Ungkapan-ungkapan Sabab Al-Nuzul
      Ungkapan-ungkapan yang digunakan para sahabat untuk menunjukkan sebab turunnya Al-Qur’an tidak selamanya sama. Ungkapan-ungkapan itu beberapa bentuk sebagai berikut:
1.      Sabab Al-Nuzul disebutkan dengan ungkapan yang jelas.
2.      Sabab Al-Nuzul tidak ditunjukkan dengan lafal sabab, tetapi dengan mendatangkan lafal              yang masuk kepada ayat dimaksud secara langsung setelah pemaparan-pemaparan suatu peritiwa atau kejadian.
3.      Sabab Al-Nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya dan jalan ceritanya.
4.      Sabab Al-Nuzul tidak disebutkan dengan ungkapan sebab secara jelas, tidak mendatangkan            yang menunjukkan sebab, dan bukan pula jawaban yang dibangun atas dasar pertanyaan. Akan tetapi, dikatakan:                                                                                             ungkapan seperti ini tidak secara definitif menujukkan sebab dan makna lainnya yaitu hukum kasus atau persoalan yang sedang dihadapi. [3]

D.    Kepentingan dan kegunaan mempelajari Sabab Al-Nuzul
      Mempelajari dan mengetahui Sabab Al-Nuzul adalah sangat penting, terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut hukum. Para ulama telah menulis beberapa kitab khusus tentang sebab-sebab turunnya Al-Qur’an dan menekankan pentingnya mengetahui asbab al-nuzul.
      Al-Wahidi(w. 427 H) berkata: “ tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya. Ibn Daqiq al-id(w. 702 H) berkata: ”menjelaskan sebab turunnya ayat adalah jalan yang kuat dalam memahami makna Al-Qur’an. Ibn Taimimah(w. 726 H) berkata: “mengetahui sebab turunnya ayat membantu untuk memahami ayat Al-Qur’an. Sebab, pengetahuan tentang sebab akan membawa kepada tentang yang disebabkan (akibat).
       Sebagai contoh tentang bahaya menafsirkan ayat al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya ialah penafsiran Utsman ibn Maz’un dan Amr ibn Ma’addi kariba terhadap ayat:
    


“tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertaqwa serta beriman dan beramal salih...”(QS, Al-Maidah (5): 93)
       Mereka membolehkan meminum khamar berdasarkan ayat ini. Al-Suyuthi berkomentar bahwa sekiranya mereka mengetahui sebab turun ayat ini, tentunya mereka tidak akan mengatakan demikian. Sebab, ahmad Al-nasai, dan lainnya meriwayatkan bahwa sebab turunnya ayat ini adalah orang-orang yang ketika khamar diharamkan, mempertanyakan nasib kaum muslimin yang terbunuh dijalan Allah sedang mereka dahulunya meminum khamar.
     Dari contoh yang telah dikemukakan ini dapat dipahami betapa bahayanya memahami Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya. Namun demikian sebagaimana telah diterangkan sebelumnya tidak semua ayat Al-Qur’an harus mempunyai sebab turun. Ayat-ayat yang mempunyai sebab turun juga tidak semua nya harus diketahui sehingga tanpa mengetahuinya ayat tersebut tidak bisa dipahami.   
     Secara terinci, Al-Zarqani menyebutkan tujuh macam diantara kegunaan atau faida, mengetahui Asbab Al-Nuzul:
1.      Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul membawa kepada pengetahuan tentang rahasia dan tujuan Allah secara khusus mensyari’atkan Agama-Nya melalui Al-Qur’an.
2.      Pengetahuan tentang asbab al-nuzul membantu dalam memahami ayat dan menghindarkan kesulitannya.
3.      Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul dapat menolak dugaan adanya pembatasan dalam ayat yang menurut lahirnya mengandung pembatasan.
4.      Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul dapat mengkhususkan hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab dan bukan keumuman lafal.
5.      Dengan mempelajari Sabab Al-Nuzul diketahui pula sebab turunnya ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut sekalipun datang yang mengkhususkannya.
6.      Dengan Sabab Al-Nuzul, diketahui orang yang ayat tertentu turun padanya secara tepat sehingga tidak terjadi kesamaran.
7.      Pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul akan mempermudah orang menghapal ayat-ayat Al-Qur’an serta memperkuat keberadaan wahyu dalam ingatan orang yang mendengarnya jika ia mengetahui sebab turunnya.
            Dari tujuh macam kegunaan pengetahuan tentang Sabab Al-Nuzul yang telah dikemukakan diatas, setidaknya lima diantaranya mempunyai hubungan yang erat dengan kepentingan menafsirkan Al-Quran.

E.     Keumuman lafal dan kekhususan sebab
      Keumuman lafal dan kekhususan sebab berarti bahwa jawaban lebih umum dari sebab, dan sebab lebih khusus dari jawaban. Jawaban yang yang dimaksudkan disini adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang turun sebagai jawaban terhadap peristiwa yang dihadapi Nabi pada masa turunnya Al-Qur’an. Sedang ‘sebab’ berarti pertanyaan atau peristiwa yang menjadi sebab turunnya Al-Qur’an.
Jika terjadi persesuaian antara ayat yang turun dan sebab  turunnya dalam hal keumuman keduanya, atau terjadi persesuaian antara keduanya dalam hal kekhususan keduanya, diterapkanlah yang umum menurut keumumannya, dan yang khusus menurut kekhususannya.
Adapun jika ayat yang turun bersifat umum dan sebabnya bersifat khusus, maka timbul persoalan dalam hal apakah yang harus dijadikan pedoman, keumuman lafalnya, atau kekhususan sebabnya. Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Mayoritas para ulama berpegang pada kaidah “Yang harus diperhatikan keumuman lafal, bukan kekhususan sebab” . sedangkan minoritas ulama bepegang pada kaidah sebaliknya, “Yang harus diperhatikan kekhususan sebab, bukan keumuman lafal.  Memang terlihat jelas perbedaan pendapat antara dua kelompok ulama dan masing-masing memiliki argument untuk memperkuat pendiriannya. Namun demikian, ada dua hal yang yang perlu diingat. Pertama, perbedaan pendapat ini berlaku pada lafal ayat yang umum. Dan yang kedua hukum nash yang umum dan turun atas sebab tertentu. [4]




BAB III
PENUTUP
kesimpulan
     Sabab Al-Nuzul secara bahasa berarti sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW secara berangsur-angsur dalam masa lebih kurang 23 tahun, Sabab Al-Nuzul dapat ditinjau dari aspek bentuk dan sebab ayat tersebut turun,Sabab Al-Nuzul sangat penting, terutama dalam memahami ayat-ayat yang menyangkut hukum. Dan tidak mungkin kita mengetahui penafsiran ayat Al-Qur’an tanpa mengetahui sebab turunnya.

Saran
Dengan disusunnya makalah ulumul Qur’an tentang asbabun Nuzul ini, penulis mengharapkan pembaca dapat mengetahui kajian ulumul Qur’an ,Untuk mengetahui lebuh jauh, lebih banyak, dan lebih lengkap tentang pembahasan asbabun nuzul, pembaca dapat membaca dan mempelajari buku-buku dari berbagai pengarang, karena penulis hanya membahas garis besar saja tentang ulumul Qur’an dan hanya membahas lebih dalam tentang asbabun nuzul.
         Disini penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun untuk penulisan makalah-makalah selanjutnya sangat diharapkan.






Daftar pustaka
1.     Al-Qur’an dan hadits
2.     Abdul wahid, ramli ,1992, ulumul Qur’an ,jakarta;CV. Rajawali.




[1] Ramli abdul wahid,ulumul Qur’an,1992,hal:30
[2] Ramli abdul wahid, ibid, 35-37
[3] Ibid, hal.46
[4] Ibid, 67-68
Previous
Next Post »