makalah fiqih kontemporer ekonomi islam



BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Model usaha masyarakat dalam menginvestasikan hartanya bermacam-macam. Masyarakat dapat menginvestasikan hartanya dengan membeli emas, tanah atau perkebunan, bangunan (property), beternak hewan atau melakukan perniagaan untuk memperoleh laba di kemudian hari. Namun, seiring perkembangan ekonomi, masyarakat yang tidak berpotensi atau hartanya tidak cukup untuk berinvestasi sebagaimana model-model investasi tersebut, mereka dapat menginvestasikan hartanya melalui bank.
Bank adalah usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat. Bank menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Dana yang telah dihimpun tersebut akan disalurkan untuk usaha-usaha masyarakat lain agar memperoleh keuntungan dan nasabah yang menghimpun dananya di bank akan memperoleh bunga dari hasil penyaluran dana tersebut. Salah satu sarana investasi yang disediakan oleh bank yang paling diminati oleh sebagian masyarakat adalah deposito.
Masyarakat mendepositokan dananya di bank dikarenakan hasil bunga yang menjanjikan. Namun, menurut kaidah Agama Islam, nilai suku bunga yang tidak dapat dipastikan kenaikan dan penurunannya di waktu-waktu tertentu, dapat bersifat spekulasi bagi pihak bank dan pihak nasabah yang mengakibatkan kerugian atau keuntungan yang berlebihan yang tidak seimbang pada salah satu pihak. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai deposito dan bagaimana tinjauan hukumnya dalam Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.         Apa pengertian deposito?
2.         Apa saja bentuk-bentuk deposito?
3.         Apa perbedaan deposito bank konvensional dan deposito bank syariah?
4.         Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang deposito?


BAB II
PEMBAHASAN
DEPOSITO
A.      Pengertian Deposito
Deposito adalah simpanan pihak ketiga kepada bank, yang penarikan kembali dananya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu tertentu menurut perjanjian antara pihak ketiga dengan pihak bank yang bersangkutan.
Dalam kenyataannya, para pemegang deposito ada juga yang memerlukan uang, sehingga beberapa diantaranya ada yang melakukan penukaran/penarikan kembali dananya yang ada dalam deposito sebelum jatuh temponya. Apabila pihak bank mengizinkan pengembalian deposito tersebut, biasanya kepada yang bersangkutan dikenakan biaya administrasi dan denda yang dipotong dari deposito dan bunga yang seharusnya diterimakan.[1]
Deposito menurut Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008 adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS).
Deposito adalah bentuk simpanan nasabah yang mempunyai jumlah minimal tertentu, jangka waktu tertentu dan bagi hasilnya lebih tinggi daripada tabungan. Nasabah membuka deposito dengan jumlah minimal tertentu dengan jangka waktu yang telah disepakati, sehingga nasabah tidak dapat mencairkan dananya sebelum jatuh tempo yang telah disepakati, akan tetapi bagi hasil yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada tabungan biasa maupun tabungan sederhana. Produk penghimpunan dana ini biasanya dipilih oleh nasabah yang memiliki kelebihan dana sehingga selain bertujuan untuk menyimpan dananya, bertujuan pula untuk salah satu sarana berinvestasi.[2]





B.       Bentuk-Bentuk Deposito
Deposito yang dipasarkan oleh bank-bank komersial, baik milik pemerintah maupun swasta, atau asing biasanya terdiri dari beberapa jenis, yaitu:
1.         Deposito Berjangka (Time Deposit)
Deposito berjangka yaitu simpanan dari pihak ketiga kepada pihak bank untuk jangka waktu tertentu, dimana pihak deposan (yang mendepositokan) dapat mengambil kembali uangnya pada tanggal jatuh tempo atau dapat memperpanjang kembali perjanjian deposito sesuai dengan yang diinginkan. Jangka waktu mendepositokan uang dapat dipilih sesuai keinginan deposan yang bersangkutan. Jangka waktu pendepositoan yang ditawarkan oleh bank antara lain: 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, 24 bulan.
Bunga deposito berjangka antara satu bank dengan bank lainnya berbeda-beda. Tingkat bunga yang diberlakukan biasanya disesuaikan dengan keadaan perkembangan ekonomi dan kemampuan bank yang bersangkutan. Kepada setiap deposan diberikan bunga yang besarnya sesuai dengan berlakunya bunga pada saat deposito berjangka dibuka. Pencairan bunga deposito dapat dilakukan setiap bulan atau setelah jatuh tempo (jangka waktu) sesuai jangka waktunya. Untuk menarik minat para deposan biasanya bank menyediakan berbagai insentif atau bonus. Bonus diberikan untuk jumlah nominal tertentu biasanya dalam jumlah yang besar. Bonus dapat berupa, special rate (bunga lebih tinggi dari bunga yang berlaku umum) maupun bonus lainnya seperti, hadiah atau cinderamata lainnya. Pembayaran bunga deposito berjangka dilakukan dibelakang, yaitu dibayar setiap satu bulan sekali terhitung sejak diterbitkannya deposito tersebut.
Deposito berjangka, disamping yang bernilai rupiah ada juga yang dikeluarkan dengan menggunakan mata uang asing (dengan deposito berjangka valuta asing), bahkan dewasa ini ada bank yang menawarkan deposito “duet” yaitu deposito dalam nilai rupiah dan valuta asing.[3]
Perhitungan hasil dari bunga deposito umumnya dibayar perbulan yang langsung masuk ke rekening nasabah. Walaupun ada juga yang memperhitungkan bunga deposito harian, namun umumnya setiap bank menciptakan sistem hitungan satu bulan saja. Bank akan memberikan bunga setelah deposito minimal mengendap satu bulan. Misalnya deposito dibuka tanggal 31 Januari, maka jatuh tempo bunga tanggal 28 Februari atau 29 Februari, 31 Maret, 30 April dan seterusnya. Tetapi kalau deposito dibuka tidak pada tanggal akhir bulan, maka jatuh tempo bunga akan sama dengan tanggal pembukaan deposito. Contoh deposito dibuka tanggal 15 Januari untuk 3 bulan, maka jatuh tempo bunga pada tanggal 15 Februari, 15 Maret dan 15 April.
Adapun rumus yang umum dipakai untuk menghitung bunga deposito adalah:
ITD = TTD x i x t/12
Keterangan:
ITD   = Total of Interest Time Deposit atau jumlah dari bunga deposito berjangka
TTD  = Total time Deposit atau jumlah deposito berjangka yang ditempatkan
i         = interest atau bunga yang ditetapkan oleh suatu lembaga perbankan
t         = time atau jangka waktu yang dipilih oleh nasabah tersebut berapa lama

Contoh soal:[4]
Diketahui bapak Armasasmita berkeinginan mendepositokan uangnya pada bank Mandala di Jakarta Selatan. Jumlah uang yang akan didepositokan sebesar Rp 83.500.000,- dengan jangka waktu 3 bulan dan suku bunga deposito yang ditetapkan adalah 6%. Maka hitunglah berapa jumlah bunga yang akan diterima oleh bapak Armasasmita tersebut nantinya.
Jawab:
ITD   = TTD x i x t / 12
ITD   = Rp 83.500.000,- x 0,06 x 3 / 12
ITD   = Rp 15.030.000 / 12
ITD   = Rp 1.252.500,-
Jadi, jumlah bunga yang akan diterima oleh bapak Armasasmita tersebut nantinya adalah sebesar Rp 1.252.500,-.
Ketika seseorang mendepositokan uang di bank maka bisa saja uang deposito tersebut diperpanjang karena tidak ada keinginan untuk diambil dahulu pada saat jatuh temponya. Deposito yang jatuh tempo bisa diperpanjang dengan dua cara yaitu:
a.              Perpanjangan otomatis (Automatic Rollover)
b.              Perpanjangan biasa

2.         Sertifikat Deposito
          Menurut Pasal 1 ayat (8) Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, “sertifikat deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan’. Maksud dipindahtangankan, yaitu dapat diperdagangkan karena berbentuk atas unjuk sehingga lebih likuid, berbeda dengan deposito berjangka yang diterbitkan atas nama sehingga tidak mudah dialihkan.
Dari pengertian di atas maka dapat diperbandingkan bentuk deposito berjangka dengan sertifikat deposito tersebut, diantaranya adanya kelebihan-kelebihan sertifikat deposito, yaitu bunga diberikan secara diskonto atau dibayarkan di muka oleh bank penerbitnya dan dapat diperdagangkan. Adapun di Indonesia sertifikat deposito tersebut semula diatur penerbitannya harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/2/UPUM dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 17/44/KEP/DIR tertanggal 22 Oktober 1984. Namun, sejak dikeluarkannya Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 21/27/KEP/DIR tertanggal 27 Oktober 1988 tentang penerbitan sertifikat deposito oleh bank dan lembaga keuangan bukan bank, maka persetujuan tersebut tidak diperlukan lagi.





3.      Deposit On Call
Merupakan deposito yang berjangka waktu minimal 7 hari dan paling lama kurang dari 1 bulan. Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar misalnya 50 juta rupiah (tergantung bank yang bersangkutan). Pencairan bunga dilakukan pada saat pencairan deposit on call dan sebelum deposit on call dicairkan terlebih dahulu 3 hari sebelumnya nasabah sudah memberitahukan bank penerbit. Besarnya bunga biasanya dihitung per bulan dan biasanya untuk menentukan bunga dilakukan negosiasi antara nasabah dengan pihak bank.

C.      Perbedaan Deposito Bank Syariah dan Bank Konvensional[5]
Sepintas bahwa deposito di bank syariah dengan yang berlaku di bank konvensional hampir tidak ada perbedaan. Hal ini disebabkan secara mekanis harus mengikuti konsep perbankan secara umum. Akan tetapi jika diamati secara mendalam, terdapat perbedaan diantara keduanya.
1.        Perbedaaan pada akad (perjanjian)
Pada bank syariah, semua akad yang berlaku harus berdasarkan dengan akad yang dibenarkan syariah. Dengan demikian, segala transaksi yang terjadi harus sesuai dengan kaidah atau aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah. Pada bank konvensional, transaksi pembukuan deposito dan tabungan berdasarkan akad atau perjanjian titipan namun tidak mengikuti prinsip apapun dalam muamalah syariah.

2.        Perbedaan imbalan yang diberikan
Bank konvensional menggunakan konsep biaya untuk menghitung keuntungan. Artinya bunga yang dijanjikan kepada nasabah penabung merupakan ongkos yang harus dibayar oleh bank. Karena itu bank harus menjual kepada nasabah yang lain (peminjam) dengan biaya yang lebih tinggi. Keuntungan yang didapat dinamakan spread. Sedangkan pada perbankan syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima akan disalurkan kepada pembiayaan, dan keuntungan yang didapat akan dibagi dua antara bank dengan nasabah sesuai dengan perjanjian bagi hasil yang telah disepakati sebelumnya.


3.         Perhitungan bagi Hasil dan Bunga
Dalam sistem ekonomi Islam, bunga dinyatakan riba yang haram menurut hukum syariah Islamiyah. Sebagai gantinya, bank syariah menetapkan Nisbah bagi hasil yang dihalalkan oleh syariah berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist yaitu terhadap produk-produk pembiayaan yang berdasarkan pada akad bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik segi jumlah, maupun waktu, seperti mudharabah dan musyarakah.[6]

D.      Tinjauan Hukum Islam tentang Deposito
1.         Al-Qur’an
Dalam Islam, simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito mudharabah terdapat dalam Q.S Al-Muzammil: 20[7]
tbrãyz#uäur tbqç/ÎŽôØtƒ Îû ÇÚöF{$# tbqäótGö6tƒ `ÏB È@ôÒsù «!$#   t
20. “...dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah..”.
Mudharib sebagai entrepreneur adalah sebagian dari orang-orang yang melakukan dharb (perjalanan) untuk mencari karunia Allah SWT, dari keuntungan investasinya.
2.         Sunnah
Dari Syuhaib ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “ tiga perkara didalamnya terdapat keberkatan (1) menjual dengan pembayaran secara kredit, (2) muqaradhah (nama lain dari mudharabah), (3) mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah dan bukan untuk dijual”. (HR. Ibn Majah)
3.         Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito
Dewan Syariah Nasional memutuskan bahwa:[8]
Pertama:
1.      Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu Deposito yang berdasarkan perhitungan bunga.
2.      Deposito yang dibenarkan, yaitu Deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah.

              Kedua:
1.      Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank syariah bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2.      Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk didalamnya Mudharabah dengan pihak lain.
3.      Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang.
4.      Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5.      Bank sebagai mudharib dapat menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6.      Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan.

E.       Implementasi Prinsip Mudharabah dalam Produk Deposito Perbankan Syariah[9]
Deposito sebagai salah satu produk perbankan syariah menggunakan skema mudharabah. Hal ini sejalan dengan tujuan dari nasabah menggunakan instrument deposito yakni sebagai sarana investasi dalam upaya memperoleh keuntungan. Aplikasi mudharabah secara teknis dalam deposito dapat dilihat dalam Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 10/14/DpbS tertanggal 17 Maret 2008, yang merupakan ketentuan pelaksanaan dari PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam deposito atas dasar akad mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a.         Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal),
b.        Pengelolaan dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana (mudharabah mutlaqah),
c.         Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk bank dan penggunaan data pribadi nasabah,
d.        Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukuan dan penggunaan produk Tabungan dan Deposito atas dasar akad mudharabah, dalam bentuk perjanjian tertulis,
e.         Dalam akad mudharabah muqayyadah harus dinyatakan secara jelas syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah,
f.         Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati,
g.        Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang disepakati,
h.        Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.
Skema Deposito Bank Umum dan Deposito Mudharabah[10]

F.       Contoh Perhitungan Deposito pada Bank Syariah dan Deposito pada Bank Konvensional[11]
1.         Contoh kasus perhitungan deposito dalam bank syariah
Bapak Kevin mempunyai deposito Rp 10.000.000, dalam jangka waktu 1 bulan (1 Desember 2001 – 1 Januari 2002), dan nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank 57% : 43%. Jika keuntungan bank yang diperoleh untuk deposito 1 bulan per 31 Desember 2001 adalah Rp 20.000.000 dan rata-rata deposito jangka waktu 1 bulan adalah Rp 950.000.000, berapakah keuntungan yang diperoleh oleh bapak Kevin?
Jawab:
Keuntungan yang diperoleh bapak Kevin adalah:
(Rp 10.000.000 : Rp 950.000.000) x Rp 20.000.000 x 57% = Rp 120.000.

2.         Contoh kasus perhitungan deposito dalam bank konvensional
Pada tanggal 1 Desember 2003, bapak Rangga membuka deposito sebesar Rp 10.000.000, jangka waktu 1 bulan dengan tingkat bunga 9% p.a. Berapa bunga yang diperoleh bapak Rangga pada saat jatuh tempo?
Jawab:
Bunga yang harus diperoleh bapak Rangga adalah:
(Rp 10.000.000 x 31 hari x 9%) : 365 hari = Rp 76.438
Dari contoh kasus di atas dapat disimpulkan, bahwa:
a.       Perhitungan pada bank syari’ah, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh deposan bergantung pada:
1) Pendapatan bank
2) Nisbah bagi hasil antara nasabah dengan bank
3) Nominal deposito nasabah
4) Rata-rata deposito untuk jangka waktu yang sama pada bank.
b.      Sedangkan perhitungan pada bank konvensional, besar kecilnya pendapatan yang diperoleh deposan  bergantung pada:
1) Tingkat bunga yang berlaku pada bank tersebut
2) Nominal deposito nasabah
3) Jangka waktu deposito.
















BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Deposito adalah bentuk simpanan nasabah yang mempunyai jumlah minimal tertentu, jangka waktu tertentu dan bagi hasilnya lebih tinggi daripada tabungan. Nasabah membuka deposito dengan jumlah minimal tertentu dengan jangka waktu yang telah disepakati, sehingga nasabah tidak dapat mencairkan dananya sebelum jatuh tempo yang telah disepakati, akan tetapi bagi hasil yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada tabungan biasa maupun tabungan sederhana. Produk penghimpunan dana ini biasanya dipilih oleh nasabah yang memiliki kelebihan dana sehingga selain bertujuan untuk menyimpan dananya, bertujuan pula untuk salah satu sarana berinvestasi.
Bentuk-bentuk deposito antara lain:
1.      Deposito berjangka (time deposit)
2.      Sertifikat Deposito
3.      Deposit on call

Dalam tinjauan hukum Islam, Deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu Deposito yang berdasarkan perhitungan bunga. Dan deposito yang dibenarkan, yaitu Deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah. Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul mal). Deposito pada bank syariah pembagian keuntungannya melalui nisbah bagi hasil antara bank syariah selaku pengelola dana dan nasabah sebagai pemilik dana yang pembagian keuntungannya hanya dapat dilakukan jika bank syariah mendapatkan keuntungan dari dana yang dikelolanya bersama pihak ketiga (pemilik usaha). Inilah yang membedakan antara deposito pada bank konvensional yang didasarkan pada bunga, yang menetapkan/menjanjikan keuntungan pasti bagi nasabah, meski bank tidak memperoleh keuntungan dari dana yang dikelolanya.



[1] Amsa Barata, Perbankan, (Bandung: CV. Armico, 1994), hlm. 248.
[2] M. Nur Rianto Al Arif, Dasar-dasar Pemasaran Bank Syariah, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 35.
[3] Amsa Barata, Perbankan, ... hlm. 249.
[4] Irham Fahmi, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya Teori dan Aplikasi, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 85-87.
[5] Gianisha Oktaria,  Skripsi Analisis Bagi Hasil Deposito Mudharabah pada Bank Umum Syariah Indonesia pdf, (Depok: FISIP UI, 2012), hlm. 36.
[6] Gianisha Oktaria,  Skripsi Analisis Bagi Hasil Deposito Mudharabah..., hlm. 37.
[7] QS. Al-Muzammil: 20
[8] Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 139.
[9] Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007), hlm. 95-97.
[10] PT Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, Skema Deposito Mudharabah, (Sumatera Utara: BPRS Puduarta Insani, 2016)
[11] Primasatya Ari Nugraha, Ekonomi Syariah, (prima-an.blogspot.com/.../produk-mudharabah-dalam-bank-syariah.html, 2012
Previous
Next Post »